Martabat Miftah alias Ta’im Lebih Tinggi dan Terhormat Dibanding Jokowi dan Gibran

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Oleh: Damai Hari LubisPengamat Hukum & Politik Mujahid 212 

(Abstrak; Presiden berani terhadap Gus Miftah Gemetar kepada Gibran?)

Presiden Prabowo nampak begitu sensitif (amat peduli dan perhatian) beliau menghargai partisipasi rakyat jelata yang berkerja keras berinisiatif menciptakan perkejaan bagi dirinya sendiri (berwiraswasta), model sosok pedagang asongan yang dihinakan oleh Gus Miftah yang berstatus pejabat publik. 

Lalu nampak Prabowo menegur Gus Miftah, dan ternyata tak lama kemudian diberitakan, “Gus Miftah menyesal dan minta maaf kepada pedagang asongan yang Ia hina.

Dari ilustrasi peristiwa hinaan Gus Miftah terhadap seorang rakyat miskin ini melahirkan berbagai hujatan dari netizen kepada Gus Miftah, sebaliknya simpati dan empati publik segala kalangan kepada sang pedagang asongan, semuanya termuat di berbagai media sosial, kemudian orang dekat Jokowi dan Gibran ini, justru menerbitkan fenomena jungkir balik kepribadian,  antara moralitas Gus Miftah yang lumayan dikenal sebelumnya “berperilaku” konyol, ternyata dirinya bertanggung jawab secara arif, setelah Miftah meminta maaf atas kekeliruannya lalu sadar diri dan IA MENYATAKAN MUNDUR DARI JABATAN PUBLIK

Sebuah sifat ksatria Gus Miftah yang tidak dimiliki oleh Jokowi, yang sekian lama melakukan banyak hinaan kepada kadar intelektualitas yang dimiliki ratusan juta bangsa ini, walau berbalas hinaan dari jutaan netizen publis setiap hari dalam perjalanan saat di tampuk kekuasaannya, akibat bohongnya yang transparansi melanggar kontrak sosial (janji politik seorang pemimpin) sebanyak lebih 100 kali.

Namun Jokowi bergeming, malah extra ordinary “menunjukan kepribadian kelas bajing-nya”, _JOKOWI MALAH INGIN MENAMBAH PERIODIK KEPEMIMPINANNYA YANG DIBATASI OLEH KONSITUSI DARI DUA PERIODE MENJADI TIGA PERIODE’.

Identik dengan perilaku Jokowi, anak biologisnya Gibran pun bagai buah mangga jatuh tak jauh dari pohonnya, Gibran awalnya mengaku S.1 (bahkan S 2?) ternyata de facto riwayat pendidikannya hanya tamatan SMP atau setelahnya diketahui oleh publik biografi pendidikan dilegitimasi oleh kekuasaan (depdiknas) yang lalu menjadi alat KPU.RI untuk menerima pendaftaran Gibran menjadi pasangan Wapres pada pemilu Pilpres 2024 menjadi naik derajat dari SMP namun turun derajat dari S.1, PENDIDIKAN GIBRAN DINYATAKAN SETARA SLA. Walau patut dipertanyakan asas legalitas sistim hukum diknas sehingga ijasah Gibran sah setara SLA. Kemudian darimana bisa didapati legalisir ijasah foto copy nya. Apakah KPU RI dari KPU Surakarta memilikinya? Ini tentunya juga hal yang misterius.

Atau bentuk pertanyaan lainnya, besar kemungkinan bahwa ijasah Gibran yang tidak dipersoalkan kala menjadi bakal calon Walikota Surakarta, maka apakah arsip di KPUD Surakarta Gibran pemilik ijasah S.2 atau S 1, yang kini juga berkembang (sengaja dikembangkan simpang siur isu) bahwa Gibran terdaftar pada beberapa sekolah SMA di Solo, yang seolah SMA juga Ia dapatkan selepas lulus SMP di Solo? Apakah untuk menutupi  temuan fakta yang ada Gibran  lulus kursus 3  (tiga) tahun di Singapura dan 1 (satu) di Australia setelah lulus SMP. Hal simpang siuran ini mengingatkan kisah nama dari Jokowi yang Mulyono, dan misteri keberadaan nomor ijasah SMA dan S 1 miliknya. 

Namun untuk membuktikan tentang kebenaran ijasah Gibran pada arsip KPU D Solo (Surakarta), tentu masyarakat kesulitan, lebih sulit ketimbang menghancurkan tembok Belin, susunan batu tebal dan tinggi sebagai pemisah antara negara Jerman Timur dan Jerman Barat sebelum bangsa jerman bersatu. 

Kemudian fenomena harga diri seorang Gibran, dengan ilustrasi perbandingan antara dugaan perilaku dirinya yang 99,9 % adalah orang pemilik akun fufu fafa, yang narasinya penuh hina se dina-dinanya” terhadap sosok Prabowo, walau Sang Presiden Ri Ke 8 diam, namun setiap detik diri Prabowo atas dasar jabatannya selaku Presiden RI selalu berada disebelah dirinya (Wakil Presiden) sebagai sosok pemimpin seluruh bangsa ini.

Maka, mengamati perangai Gibran, ternyata dijamin original, tak perlu disangsikan keaslsiannya sebagai anak seorang Jokowi yang tak pandai malu, dengan segala “tanda-tanda merah di kening” yang dikenang publik sebagai imunitas terhadap rasa malu dan minim harga diri.

Konklusi objektif berdasarkan data empirik yang bisa menjadi historis perilaku dan harga diri (martabat) antara Gus Miftah atau siapapun nama sebenarnya dengan seorang Jokowi, entah siapapun nama sebenarnya dan pola perilaku Gibran Rakabuming Raka Bin Jokowi merupakan kebalikan dari role pejabat publik yang cacat adab dan bad leadership. Maka derajat kehormatan Gus Miftah yang mengundurkan diri LEBIH TINGGI DARI KEDUA SOSOK ANAK BERANAK Jokowi tertuduh publik berijazah S1 palsu dari Fakultas Kehutanan UGM, dan pernah “memaksa” tambahan periode jabatan presidennya, serta Gibran atau Tertuduh publik manusia dibalik akun fufu fafa.

Oleh karenanya demi menjaga kerusakan sejarah hukum dan politik yang berkelanjutan tentunya publik bangs ini membutuhkan kerjasama seluruh anak bangsa Lintas Sara yang nice, disebabkan rasa tanggung jawab atas jiwa kebangsaan yang tinggi, HENTIKAN REKAYASA atau KAMUFLASE RASA SIMPATI DAN RASA HORMAT KEPADA SOSOK JOKOWI “RESIDU YANG TERUS BERGAYA JUMAWA DENGAN POLA CAWE-CAWENYA” melalui proses hukum dan vonis mahkamah, sekaligus paksa seret Gibran keluar istana secara konsitusi, karena secara moral tuduhan publik terhadap jatidirinya membentuk kualitas karakter yang serius yang tidak menunjukan manusia yang beradab, termasuk tingkat kemampuan dan pendidikannya tidak pantas bahkan merendahkan diri seorang Prabowo Subianto selaku Presiden RI pemimpin bangsa ini, andai terus dipaksakan untuk mendampingi sosok presiden dengan bukti ijasah asli disertai bukti dan saksi-saksi kawan lama para jenderal baik kakak kelas (purn TNI) serta rekan sekelas maupun dibuktikan oleh para adik kelas dari akademi pendidikan militer, akademi militer terhormat dengan para alumnus yang dipastikan sebagai cikal bakal para pemimpin bangsa (fungsional dan struktural di institusi TNI).   

Dan hasrat masyarakat bangsa ini yang hendak menuntut turunkan Gibran adalah bentuk itikad baik seluruh anak bangsa yang sesungguhnya masih menginginkan prinsip dasar-dasar negara Pancasila ditegakkan serta membuktikan Indonesia adalah negara hukum, bukan negara milik kelompok dan kekuasaan belaka dan semua orang sama dimata hukum.

Selebihnya bumerang bagi Presiden Prabowo, kendati mendapat simpati publik, atas reaksi simpati dari seorang presiden kepada pedagang asongan (rakyat jelata) mesti mengantisipasi opini negatif yang bakal muncul, opini yang menjudge Prabowo seorang PENGUASA TERTINGGI di NRI namun hanya berani terhadap Agus Miftah yang mencederai seorang rakyat jelata, namun bersikap “lambe duck yang gemetar kepada sosok Gibran Putra Jokowi, yang justru menistakan dirinya serendah-rendahnya, dan SUBSTANSIAL PENISTAAN TERHADAP PRABOWO SELAKU PRESIDEN RI. HAKEKATNYA ADALAH MENCEDERAI DAN MENGHINAKAN SELURUH JIWA RAGA BANGSA DAN NEGARA RI

Exit mobile version