Menimbang Dampak Ekonomi terhadap Kelas Menengah dan Kebijakan Pajak Progresif
OPINI
OPINI

Menimbang Dampak Ekonomi terhadap Kelas Menengah dan Kebijakan Pajak Progresif

ADVERTISMENTS
Iklan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H dari Bank Aceh Syariah
image_pdfimage_print

Penulis: Andhika Wahyudiono**

ADVERTISMENTS

KENAIKAN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 dan rencana kenaikannya menjadi 12% pada tahun 2025 memicu perdebatan panjang mengenai dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh kelas atas, tetapi juga oleh kelas menengah dan bawah.

Kenaikan tarif PPN, meskipun berpotensi menguntungkan negara dalam jangka panjang, justru berisiko membebani konsumen, khususnya mereka yang bergantung pada daya beli yang semakin menurun. Kelas menengah dan bawah menjadi kelompok yang paling terpengaruh karena mereka cenderung lebih banyak menghabiskan pendapatan mereka untuk konsumsi barang dan jasa yang dikenakan pajak.

ADVERTISMENTS

Konsekuensinya, kenaikan PPN berisiko memperburuk ketimpangan ekonomi dan mengurangi daya beli masyarakat, menciptakan ketegangan sosial yang harus dikelola dengan bijaksana.

Kebijakan PPN yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang pada gilirannya bisa memicu inflasi. Inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, menciptakan lingkaran setan di mana konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi melemah, dan harga terus meroket.

ADVERTISMENTS

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat kelas menengah dan bawah akan merasa semakin terbebani. Mereka harus menghadapi harga barang kebutuhan yang semakin tinggi, namun pendapatan mereka cenderung stagnan atau bahkan menurun.

Implikasi dari kebijakan ini jelas terasa bagi kelompok yang sudah hidup dalam keterbatasan, sehingga mempengaruhi pola konsumsi mereka dan menyebabkan penurunan kualitas hidup. Dalam jangka panjang, ini bisa memperburuk ketimpangan ekonomi dan memperlebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan pajak yang lebih progresif sebagai solusi untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Pajak kekayaan, misalnya, bisa menjadi alternatif yang lebih tepat dalam menghadapi ketimpangan ini.

Berita Lainnya:
Menteri Geng Solo

Individu dengan kekayaan lebih dari US$ 10 juta (sekitar Rp 155 miliar) bisa dikenakan tarif pajak progresif yang lebih tinggi, yang dapat memastikan bahwa mereka memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan negara. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan pajak, di mana mereka yang memiliki lebih banyak harus membayar lebih banyak.

Pajak kekayaan ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki distribusi kekayaan di masyarakat, mengurangi ketergantungan pada pajak konsumsi yang regresif seperti PPN, dan memastikan bahwa kelompok kaya membayar pajak yang setimpal dengan kemampuan mereka.

Pengenaan pajak progresif pada individu super kaya akan membantu mengurangi ketimpangan ekonomi. Dalam konteks ini, pajak kekayaan dapat berfungsi sebagai redistribusi kekayaan yang lebih efektif, mengingat mayoritas kekayaan yang dimiliki oleh individu kaya berasal dari pendapatan pasif seperti keuntungan modal dan dividen, yang selama ini dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan aktif.

Kebijakan ini juga akan mendorong pengusaha dan individu kaya untuk berkontribusi lebih besar pada pembangunan ekonomi negara, terutama dalam mendukung proyek-proyek yang berdampak langsung pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan demikian, pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada PPN yang bersifat regresif dan lebih mengutamakan keadilan sosial melalui kebijakan pajak yang lebih progresif dan inklusif.

Sementara itu, kenaikan PPN ini mungkin dapat membawa dampak positif pada sektor-sektor tertentu, seperti sektor konstruksi dan real estat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan niat beli masyarakat dalam sektor-sektor tersebut. Hal ini mungkin berkaitan dengan kontrak sosial yang terjalin antara pemerintah dan konsumen, di mana pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan negara melalui kebijakan pajak ini, sementara konsumen merasa lebih yakin dalam melakukan investasi jangka panjang.

Meskipun begitu, pengaruh kenaikan PPN terhadap sektor-sektor ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Peningkatan harga barang dan jasa dapat memperburuk daya beli masyarakat, sehingga berisiko menurunkan permintaan pada sektor-sektor yang seharusnya mendapat manfaat dari kebijakan ini. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pendukung yang lebih komprehensif untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung sektor-sektor yang rentan terhadap dampak inflasi.

Berita Lainnya:
Jokowi "Lebih Suka" Ditanya Ijazah

Kebijakan pajak yang efektif haruslah memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat dan memastikan bahwa kelompok yang lebih miskin tidak dibebani lebih berat. Meningkatkan pendapatan negara melalui PPN adalah hal yang sah, namun cara yang lebih tepat adalah dengan memperkenalkan kebijakan pajak progresif, seperti pajak kekayaan, yang akan memberi dampak lebih besar kepada kelompok kaya.

Pajak progresif dapat memperbaiki ketimpangan dan memberikan dana yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur sosial, pendidikan, dan kesehatan yang akan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat luas.

Pemerintah harus lebih bijak dalam merumuskan kebijakan pajak yang tidak hanya mengejar peningkatan pendapatan negara, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan tersebut tetap adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pada akhirnya, kebijakan kenaikan PPN yang terus menerus akan menciptakan ketidakadilan jika tidak diimbangi dengan langkah-langkah pendukung yang lebih inklusif. Pemerintah perlu mencari keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan keadilan sosial.

Pajak kekayaan sebagai langkah progresif dapat menjadi solusi untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan Indonesia. Jika tidak ada perubahan dalam kebijakan pajak yang lebih adil, maka ketimpangan sosial akan terus meningkat, dan dampak dari kenaikan PPN yang tidak terkendali dapat merusak stabilitas ekonomi negara.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan memastikan bahwa kebijakan pajak yang diambil mampu memberikan manfaat yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.

**). Penulis adalah Dosen UNTAG Banyuwangi

ADVERTISMENTS
Selamat & Sukses dr. Elfina Rachmi atas pengukuhan sebagai Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Persahabatan

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

ADVERTISMENTS