BANDA ACEH – Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jawa Tengah melakukan sidang etik terhadap Aipda Robig Zaenudin (38) di Mapolda Jateng, Kota Semarang pada Senin (9/11/2024) sore.
Dalam sidang etik yang digelar secara tertutup ini, Komisi Sidang Kode Etik Polda Jateng memecat Aipda Robig Zaenudin.
Aipda Robig diberi hukuman Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) lantaran menembak sekelompok anak yang melintas menggunakan sepeda motor pada Minggu, 24 November 2024 pukul 00.19 WIB.
Korban penembakan dalam kasus ini adalah AD (17), SA (16), dan Gamma alias GRO (17).
Peristiwa penembakan yang terjadi di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang ini menyebabkan Gamma meninggal dunia.
Salah satu korban selamat, yaitu AD lantas buka suara soal kasus penembakan ini.
Berdasarkan keterangan kepolisian, tiga siswa dari SMK N 4 Semarang ini ditembak karena tawuran, tetapi AD membantah hal tersebut.
“Kami habis makan di burjo (warung kopi) terus otw (jalan) pulang,” ujar AD sebelum mengikuti sidang etik Aipda Robig di Mapolda Jateng, dilansir Tribun Jateng, Senin (9/12/2024).
“Tiba-tiba di lokasi kejadian ketemu (polisi) langsung nodong (pistol),” imbuhnya.
Pertemuan antara Gamma, AD, dan SA dilakukan di warung burjo tak jauh dari lokasi kejadian.
Malam itu, mereka hendak istirahat setelah pada sore harinya melatih paskibra di sekolah.
“Sorenya habis melatih (paskibra). Terus pulang dulu. Habis isya baru keluar. Main di tongkrongan, nama tempatnya nggak tahu. Di sekitar situ juga,” terangnya.
Langsung Ditodong Senjata
Saat peristiwa terjadi, berjalan satu rombongan tiga motor dan setiap motor dikendarai oleh dua orang.
Urutan motornya ke arah polisi, motor paling depan adalah Gamma bersama seorang temannya yang mana AD tak kenal.
Motor kedua merupakan temannya Satria, AD juga tak mengenali.
Motor ketiga atau paling belakang adalah motornya AD.
“Motor kedua nggak ada yang luka, malah dia saja kaget saya kena,” terangnya.
Awalnya, para korban berjalan pelan, tetapi saat melihat Aipda Robig menodongkan pistolnya, mereka lantas mempercepat laju motornya.
“Ya kami kaget ada langsung nodong. Kalau cuma turun di tengah masih mikir ah mungkin apa, (kalau ini) langsung nodong,” ungkapnya.
Bantah Ada Serempetan
AD membantah ada serempetan dengan pelaku sebelum peristiwa penembakan.
“Tidak ada serempetan,” terang AD.
Ia pun syok saat mendengar suara tembakan.
Namun, AD hanya mendengar secara pasti saat letusan peluru yang mengarah ke dirinya dan Satria.
Sewaktu penembakan itu, tangan Satria menggantung di pundaknya.
“Habis ketembak, dor, langsung lemes,” ujarnya.
Ia menyadari adanya penembakan tersebut, begitu pula pemboncengnya Satria.
Akan tetapi, Satria tak menyadari bahwa pelurunya masuk ke tangan.
Selanjutnya, AD mengantar Satria ke rumah temannya.
“Saya lalu pulang cek di rumah. Ternyata cuma sobek (bagian dada). Saya bersihkan terus tidur. Kalau Satria katanya langsung ke rumah sakit,” paparnya.
Sementara itu, AD mengaku tak mengetahui kondisi Gamma lantaran setelah penembakan, ketiga motor berpisah.
Bahkan, dirinya baru tahu Gamma meninggal dunia pada sore hari menjelang magrib atau hampir 18 jam setelah kejadian.
“Kami dan Gamma satu organisasi (paskibra) tapi tidak terlalu dekat karena dia adik kelas. Saya lebih dekat ke Satria,” tutur AD.
Akibat peristiwa itu, AD mengaku trauma. Orang tua tak memperbolehkan lagi keluar malam lebih dari pukul 22.00 WIB.
“Itu pertama kali keluar malam jam segitu. Biasanya mentok jam 10 malam,” ungkapnya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (LBH Petir) Jawa Tengah, Zainal Abidin mengatakan, sudah memberikan pemahaman kepada kliennya untuk memberikan kesaksian tanpa kebohongan.
“Saya sampaikan ke AD berikan keterangan yang kamu lihat dan jangan takut,” terangnya.[]