Penjelasan Ahli soal ‘Segitiga Bermuda’ di Masalembu Bikin Rentan Kecelakaan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Kapal Kargo KM Bahtera Mega tenggelam di Perairan Timur Masalembu, Jawa Timur pada Selasa (10/11). Kecelakaan ini menambah catatan kecelakaan transportasi di perairan yang disebut ‘Segitiga Bermudanya Indonesia’ ini.Segitiga Masalembu, yang terletak di Laut Jawa, memang dikenal dengan kondisi perairan yang penuh tantangan dan sering menjadi lokasi kecelakaan laut dan udara. 

Fenomena alam yang terjadi di wilayah ini bisa membuat transportasi udara dan laut menjadi lebih berisiko, terutama bagi kapal dan pesawat yang melintasi kawasan tersebut.

Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, Adi Purwandana menjelaskan bahwa Segitiga Masalembu terletak di daerah pertemuan antara perairan laut dangkal dan laut dalam. 

Perbedaan kedalaman antara Laut Jawa di sebelah barat Masalembu (kurang dari 50 meter) dan perairan Laut Flores di sebelah timur (lebih dari 500 meter) menciptakan fenomena atmosfer yang sangat berbahaya.

“Di perairan dangkal, intensitas pemanasan air yang lebih cepat dapat mengarah pada pembentukan awan hujan yang intens. Hal ini menyebabkan tekanan udara yang lebih rendah, yang kemudian menciptakan turbulensi. Jika pesawat melintas di daerah ini, perbedaan tekanan udara tersebut dapat menimbulkan guncangan yang cukup kuat,” jelas Adi kepada kumparan, Rabu (11/12).

Adi lalu menyebut fenomena cuaca ekstrem ini sangat terasa pada musim barat, yang terjadi antara Desember hingga Maret, ketika pembentukan awan hujan menjadi lebih intensif. Perbedaan tekanan udara dan pola angin yang berubah arah saat pergantian musim juga berkontribusi pada turbulensi yang semakin besar.

“Pola angin yang berlawanan arah ini meningkatkan potensi turbulensi, yang menjadi ancaman serius bagi pesawat yang melintasi wilayah tersebut,” jelasnya.

Selain itu, fenomena oseanografi lainnya yang terjadi di perairan Masalembu adalah arus lintas Indonesia (Arlindo), yang mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Arus ini berinteraksi dengan arus dari Laut Jawa dan menciptakan pengacakan arus yang bisa menimbulkan turbulensi vertikal dan horizontal.

“Di daerah ini, kapal dengan tonase kecil sangat rentan terhadap gangguan arus yang tidak terduga, yang bisa membuat perjalanan menjadi sangat tidak stabil dan berbahaya,” ungkap Adi.

Meskipun wilayah Masalembu terkenal karena potensi kecelakaan, di balik itu ada juga manfaat besar yang tersembunyi. Kawasan ini, dengan fenomena upwelling dan turbulensinya, juga merupakan salah satu perairan tersubur di Indonesia yang kaya akan sumber daya ikan.

“Upwelling adalah proses penaikan massa air dari lapisan bawah menuju lapisan atas, yaitu tempat ikan-ikan pelagis berada. Proses itu terjadi akibat embusan angin musim timur yang memasuki puncaknya pada Juni, Juli, dan Agustus,” jelas Adi.

Adi menjelaskan, proses upwelling, di mana massa air yang kaya nutrien naik ke permukaan, mendukung kelimpahan ikan pelagis yang penting bagi industri perikanan tangkap di sekitar kawasan tersebut.

“Dampaknya, lapisan air bagian atas akan menjadi subur karena pasokan nutrien itu. Nutrien sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton (tumbuhan renik laut),” jelasnya.

“Melimpahnya fitoplankton akan diikuti dengan melimpahnya zooplankton (hewan renik seperti larva udang) yang memangsanya. Zooplankton inilah yang selanjutnya dimangsa ikan-ikan bernilai ekonomis,” tambahnya.

Namun, dengan segala potensi kekayaan alam yang ada, kawasan Segitiga Masalembu tetap memerlukan kewaspadaan tinggi.

“Perairan ini memang menawarkan banyak manfaat, tetapi juga membawa risiko besar bagi transportasi udara dan laut. Pemahaman yang lebih dalam tentang fenomena oseanografi dan atmosfer di kawasan ini sangat penting untuk meminimalkan risiko kecelakaan,” tutup Adi.

Exit mobile version