EKONOMIFINANSIAL

Tax Amnesty dan PPN 12 Persen Barter Kebijakan, Nurani Prabowo Dipertanyakan?

Kebijakan ini dapat dianggap mencerminkan pendekatan yang pragmatis, tetapi kurang mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat luas.

Dalam konteks ini, nurani Prabowo sebagai pemimpin dipertanyakan. Apakah kebijakan ini benar-benar mencerminkan komitmennya untuk memperjuangkan keadilan sosial? Ataukah kebijakan ini hanya merupakan kelanjutan dari pendekatan pragmatis pemerintahan sebelumnya yang lebih fokus pada penerimaan negara daripada keadilan fiskal?

Prabowo juga perlu menjawab kritik tentang transparansi dalam pengelolaan penerimaan pajak. Jika tax amnesty jilid III kembali dilaksanakan, bagaimana masyarakat dapat yakin bahwa dana yang terkumpul akan digunakan untuk kepentingan publik, bukan untuk proyek-proyek mercusuar yang kurang berdampak langsung?

Alternatif Solusi: Reformasi Sistemik dan Transparansi

Sebagai alternatif, pemerintah dapat mempertimbangkan reformasi sistem perpajakan yang lebih sistemik dan transparan. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

Pertama, Penguatan Pengawasan Pajak

Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum perpajakan agar wajib pajak merasa ada konsekuensi nyata jika tidak patuh.

Kedua, Peningkatan Edukasi Pajak

Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pajak dan bagaimana kontribusi mereka dapat meningkatkan kesejahteraan bersama.

Ketiga, Digitalisasi Sistem Pajak

Memanfaatkan teknologi untuk mempermudah proses administrasi pajak dan meminimalkan kebocoran penerimaan.

Keempat, Transparansi Penggunaan Pajak

Memastikan bahwa penerimaan pajak digunakan untuk program-program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

Catatan Penting

Wacana tax amnesty jilid III dan kenaikan PPN menjadi 12 persen untuk barang mewah mencerminkan dilema dalam kebijakan fiskal Indonesia. 

Di satu sisi, pemerintah berusaha meningkatkan penerimaan negara, tetapi di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menimbulkan konflik sosial dan mempertanyakan komitmen terhadap keadilan fiskal.

Prabowo Subianto sebagai presiden baru perlu menunjukkan kepemimpinan yang berani dengan mengutamakan reformasi sistemik dan transparansi dalam pengelolaan pajak. 

Hanya dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berkeadilan, pemerintah dapat membangun kepercayaan masyarakat dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih kokoh untuk masa depan.

Nurani Prabowo akan diuji dalam mewujudkan kebijakan yang benar-benar mencerminkan keberpihakan kepada rakyat, bukan sekadar barter antara kepentingan fiskal dan keadilan sosial. Sebab, pada akhirnya, keadilan adalah fondasi utama dari sistem perpajakan yang berkelanjutan. 

(Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya