BANDA ACEH – Kementerian Kesehatan saat ini masih memantau perkembangan kasus hilangnya 300 botol virus mematikan di laboratorium Australia.”Sampai saat ini Kemenkes sifatnya masih memantau perkembangan kasus tersebut,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RO Aji Munawarman kepada q , 13 Desember 2024.
Dalam hal ini, pihaknya juga mengacu pada laporan berkala ASEAN Biodiaspora Virtual Center terkait perkembangan kasus.
Laporan terbaru mengatakan bahwa penyelidikan telah dimulai unguk memastikan bagaimana sampel-sampel tersebut hilang dari laboratorium serta alasan dibutuhkannya waktu hampir dua tahun untuk mengidentifikasi masalah ini.
“Queensland Health telah memulai pelatihan ulang untuk staf dan meninjau protokol laboratorium untuk mencegah insiden serupa di masa depan,” bunyi laporan ASEAN Biodiaspora Virtual Center yang diterima Disway.
Otoritas setempat juga telah meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada risiko kesehatan langsung karena virus akan menurun di luar kondisi penyimpanan ultra-dingin, membuat mereka tidak terinfeksi.
Kemudian, dimungkinkan besar juga prosedur laboratorium standar mengakibatkan kehancurannya, dan tidak ada kasus infeksi terkait terbaru yang dilaporkan di Queensland.
“Fokusnya tetap pada pemahaman dan mengatasi pelanggaran prosedural yang terjadi selama transfer sampel ini.”
Sebelumnya, pemerintah Queensland di Australia melaporkan banyaknya botol sampel virus hidup berbahaya telah hilang dari Laboratorium Virologi Kesehatan Masyarakat.
Sampel yang hilang tersebut dicatat pada tahun 2021 karena kegagalan biosekuriti.
Diketahui awal mula terkuaknya insiden ini pada Agustus 2023 setelah terjadi kerusakan fungsi pendingin yang menyebabkan transfer sampel yang tidak tepat tanpa dokumentasi yang diperlukan.
Dari 323 botol yang hilang, hampir 100 botol mengandung virus Hendra, 2 botol mengandung virus hanta, dan 223 botol mengandung virus lissa.
Sebagai informasi, virus Hendra pertama kali diidentifikasi di Australia pada 1990-an, terutama pada kuda dan dapat menginfeksi manusia, dengan tingkat kematian 57 persen.
Sedangkan Hantavirus ditularkan oleh hewan pengerat dan dapat menyebabkan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) dengan tingkat kematian sekitar 38 persen.
Kemudian Lyssavirus terkait erat dengan rabies dan juga menunjukkan risiko kematian yang tinggi.
Para ahli menyatakan bahwa virus kehilangan kemampuan menginfeksi dengan cepat ketika tidak disimpan dalam kondisi yang tepat.
Meski ada risiko teoritis jika paparan terjadi tak lama setelah dikeluarkan dari freezer, skenario ini dianggap sangat tidak mungkin.
Namun demikian, para ahli lain juga mengkhawatirkan potensi risiko hilangnya sampel virus yang jatuh ke tangan yang berbahaya.
Maka dari itu, mereka menekankan pentingnya meningkatkan kewaspadaan dan penyelidikan yang komprehensif untuk memastikan penanganan patogen berbahaya, terutama mengingat krisis kesehatan global baru-baru ini.
Sementara itu, Departemen Kesehatan Queensland belum menentukan apakah sampel yang hilang telah dihancurkan atau tidak, tetapi menekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan pencurian atau persenjataan.
Penyelidikan juga lebih berfokus pada pelanggaran protokol selama proses transfer yang mungkin menyebabkan hilangnya sampel ini.