Berdasar argumentasi tersebut, menurut Tim Eksaminator, Hakim Praperadilan telah mengakui bahwa Kejaksaan Agung memang tidak bisa membuktikan bahwa penetapan Tom Lembong sebagai tersangka, dengan sangkaan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tidaklah didasarkan bukti permulaan mengenai kepastian adanya kerugian keuangan negara, sebagai konsekuensi logis dari delik materiil dari tindak pidana yang disangkakan kepada Tom Lembong.
Karena itu, menurut Tim Eksaminator seharusnya Hakim Praperadilan mengabulkan permohonan praperadilan Tom Lembong dengan menyatakan penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung, sebagai tidak sah dan melawan hukum dengan segala akibat hukumnya. Selain itu, perlu menyatakan bahwa apabila penentuan besarnya kerugian Negara dapat juga diketahui diujung pemeriksaan, maka apabila kepastian adanya kerugian keuangan negara ada di ujung akhir penyidikan, maka penetapan tersangkanya juga harus diujung pemeriksaan penyidikan. Sepanjang unsur lain telah pula lengkap ditemukan alat buktinya.
Mengingat delik yang disangkakan adalah delik materiil, akibat yang dilarang harus terjadi, yang dengan demikian kerugian keuangan negara wajib ditentukan kepastiannya terlebih dahulu, sebelum menetapkan seseorang (atau pemohon) sebagai tersangka.
Tim Eksaminator juga menganggap Hakim Praperadilan telah keliru dalam membuat pertimbangan hukum bahwa hasil risalah, hasil expose penyidik bisa menjadi petunjuk dan bukti surat bahwa dari gelar perkara tersebut ada kerugian keuangan.
Tim Eksaminator juga tidak sependapat dengan pendapat ahli yang dihadirkan Kejaksaan Agung terkait berita acara atau risalah hasil ekspose antara penyidik dengan auditor BPKP, yang menerangkan adanya perbuatan melawan hukum, yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara, yang ditandatangani auditor dan penyidik di bawah sumpah jabatan adalah sah sebagai alat bukti surat berdasar pasal 187 KUHAP, dan menurut ahli sudah cukup sebagai bukti awal untuk menetapkan tersangka.
”Meskipun Hakim Praperadilan tidak langsung merujuk kepada keterangan ahli mengenai pandangannya tersebut, sangat mungkin Hakim Praperadilan mengambil alih atau setidaknya terinspirasi dari pendapat ahli hukum pidana yang dihadirkan termohon (Kejaksan Agung) tersebut,” ungkap Tim Eksaminator.
Menurut Tim Eksaminator, risalah hasil expose dalam bentuk tertulis, bukan bukti surat untuk menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum dan kerugian keuangan negara. Sebab, risalah tersebut hanya menjelaskan tentang aktivitas penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dengan BPKP, tidak lebih dari itu.
Risalah tersebut bukan merupakan bukti petunjuk yang dimaksud KUHAP, karena menurut Tim Eksaminator, bukti petunjuk adalah bukti yang bersifat indirect (tidak langsung), yang hanya bisa diperoleh dari hasil penilaian hakim tentang adanya persesuaian antara alat bukti keterangan saksi, surat dengan keterangan terdakwa, dan dalam delik korupsi itu diperluas dengan adanya bukti elektronik.
Tim Eksaminator juga menyoal dasar hukum yang dipakai Penyidik untuk menetapkan Tom Lembong sebaga tersangka, yakni Undang-Undang (UU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Pangan, Kepmenperindag No. 527/Mpp/kep/9/2004 dan Permenperindag No. 117 Tahun 2015. Menurut Tim Eksaminator, semua produk hukum tersebut, tidak ada yang mengatur dan menentukan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan tersebut sebagai tindak pidana korupsi.
Karena itu, dalam pandangan Tim Eksaminator, penetapan tersangka Tom Lembong bertentangan dengan asas legalitas (Pasal 1 ayat 1 KUHP) yang menjadi dasar penting dalam persoalan penentuan pidana dan pemidanaan, bahwa tiada ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
Tim Eksaminator berpendapat seharusnya Hakim Praperadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agug tidak sah, karena terbukti bahwa Kejaksaan Agung terlambat menyampaikan SPDP kepada Tom Lembong, yaitu telah melebihi tujuh hari sejak terbitnya surat perintah penyidikan (Sprindik).