BANDA ACEH – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro angkat bicara soal konten Wakil Mendiktisaintek Stella Christie yang ramai di media sosial tentang tips lolos kuliah di luar negeri.Seperti yang diketahui, Stella menjadi sorotan warganet setelah membuat konten di kanal YouTube Kemendiktisaintek berjudul “Strategy Sesion Pendaftaran S-1 ke Perguruan Tinggi Luar Negeri”.
Wamen Stella banjir kritik lantaran sebagai wamen dinilai seharusnya lebih mengevaluasi mengapa masyarakat masih harus kuliah di luar negeri.
Apa yang salah dengan kampus Indonesia?
Kini, video tersebut telah berganti judul menjadi “Strategi masuk ke PTLN: Pembekalan Calon Peserta Studi LN, Penerima BIM oleh Wamendiktisaintek.
Hal ini pun menjadi perhatian warganet karena dianggap mempromosikan untuk berkuliah di luar negeri dibanding meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dalam negeri.
Salah satu yang berkomentar adalah Okky Madasari dalam akun X miliknnya yang mengatakan, “Sebagai Wamendikti, yang Anda harusnya pikirkan adalah: Kenapa orang Indonesia masih merasa perlu sekolah S-1 di luar negeri.
Apa yang salah? Apa yang perlu diperbaiki dengan pendidikan tinggi di Indonesia?”
Menanggapi hal ini, Satryo menegaskan bahwa strategi yang disampaikan Stella adalah satu aspek kecil dalam hal pendidikan yang bisa dipilih siswa.
“Yang disampaikan belaiu kan satu aspek kecil yang memang berdasarkan pengalaman dia. Beliau berhasil memang sekolah di luar negeri, dapat beasiswa dari luar negeri itu, sehingga kemudian, dari mulai SMA sudah di luar negeri,” kata Satryo kepada Disway, 12 Desember 2024.
“Terus ke perguruan tinggi dan sebagainya, dengan beasiswa dari sana, bukan dari kita. Dia kan menceritakan bagaimana pengalaman dia untuk bisa diterima di luar negeri karena memang waktu dia masih di SMA itu, ditawarin, apply beasiswa SMA yang bagus di Norwegia, diterima.”
Satryo juga menyebut bahwa pihaknya bukan mengajak, tetapi membuka lebih lebar kesempatan bagi siswa SMA sederajat yang ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri.
“Sebetulnya, dari kami yang penting, tiap mahasiswa yang sedang kuliah atau anak SMA misalnya lulus SMA, lulus SMA, kan ada pilihan. SMK punya pilihan apa dia mau terus (berkuliah) atau dia mau bekerja,” katanya.
Sementara lulusan SMA diproyeksikan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
“Kita punya pilihan kan? Di Indoonesia ada yang negeri, swasta, ada yang spesifik, ada yang umum. Banyak pilihan.”
Namun demikian, ada pula siswa yang memiliki keinginan untuk mencoba kuliah di luar negeri.
“Memang kampus di luar ada yang lebih hebat dari kita, ada juga yang nggak gitu. Sama-sama (kualitasnya) juga ada. Para orang yang memang di sini biasanya memang ingin tantangan lebih gitu. Kalau yang biasa-biasa mungkin bosan,” tuturnya.
Menurutnya, anak Indonesia yang melanjutkan kuliah di luar negeri hanya sedikit dibanding seluruh angkatan kuliah yang melanjutkan di kampus dalam negeri.
“Jadi memang yang ke luar negeri itu hanya terbatas sekali. Hanya orang-orang yang memang outlier atau yang memang orang tuanya mampu sekolahkan anaknya ke luar negeri. Ada, tapi tidak terlalu banyak. Kalau mungkin ratusan ada, tapi kan kita (kuliah di dalam negeri) jutaan,” paparnya.
Sementara itu, ia juga menegaskan bahwa kampus di dalam negeri tak kalah saing dengan kampus luar negeri.
Ia mencontohkan NUS yang berada di Singapura, menurutnya sebanding dengan kampus-kampus ternama dalam negeri.
“Kalau dari mutu perguruan tinggi sih sama lah. Artinya, ya mereka ada lebihnya. Intinya kita bandingkan dengan siapa? Singapura, NUS, kita sebanding kan. Jadi lebih kaya, uangnya, tapi dari pengetahuan ya kita sama.”
Satryo juga menilai bahwa mengambil pendidikan di luar negeri selain mengejar ilmu juga membentuk mental dan mengenal budaya baru yang baik sehingga dapat diterapkan apabila kembali ke Indonesia.
“Selain cari ilmunya juga tata kehidupan yang baik harus ditiru. Contohnya bawa ke sini,” tutupnya.