Oleh: Damai Hari LubisPengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Kenapa pengamat membuat artikel dengan judul demikian?
Karena fakta historis politik, kendati disia-siakan bak kacang lupa kulit, PDIP yang mengusung Jokowi untuk memperoleh jabatan Presiden RI pada kurun 2014-2019 dan 2019-2024 atau 2 (dua) periode, jabatan yang spesial untuk satu orang dari ratusan juta orang.
Namun disisa jabatannya pada periode kedua diawal tahun 2024 yang hanya menyisakan bilangan bulan menuju 10 tahun menjadi Presiden RI. Jokowi berkhianat yang kemudian diikuti menantunya Bobby Nst (Walikota Medan) dan putranya Gibran RR.(Walikota Surakarta/Solo).
Kemudian PDIP mengetahui bahwa Jokowi diduga oleh publik menggunakan ijasah palsu dari fakultas Kehutanan UGM. Namun PDIP seolah tidak tahu dan acuh, padahal kelompok advokat dari TPUA/ Tim Pembela & Ulama telah melakukan gugatan kepada Jokowi terkait ijasah palsu dan juga telah melaporkan Jokowi terkait dugaan ijasah tersebut di Bareskrim Mabes Polisi dengan seperangkat temuan alat bukti hukum yang dapat ditelusuri oleh penyidik, karena temuan alat bukti dalam bentuk putusan dari PN. Surakarta, Pengadilan Tinggi Semarang dan Mahkamah Agung (Inkracht).
Lalu mengapa sebagai pihak korban yang ditipu dan dianiaya oleh Jokowi (PDIP) diam saja, selain ada kaitan dengan dugaan ijazah palsu Jokowi, lalu kenyataannya Dr. Roy Suryo ahli telematika dan IT yang juga eks Menteri Olahraga di kabinet SBY juga memberikan informasi kisi-kisi yang sifatanya A.1 pada Minggu 15/12/24 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja saat mengadakan kegiatan “Nitilaku 2024 yang merupakan bagian dari rangkaian acara Lustrum ke-15 sekaligus peringatan Hari Jadi UGM ke-75” yang tepatnya sebenarnya jatuh pada tanggal 19/12/24.
Di acara Nitilaku dimaksud selain diikuti oleh Rektor UGM, Prof. dr Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K), Ph.D. dan jajaran Wakil Rektor serta seluruh Dekan dan Civitas Akademika UGM.
Kata Dr. Roy Suryo: “tampak pula berjalan sejak start sampai finish diantaranya adalah para Alumnus UGM Prof Mahfud MD, Mas Ganjar Pranowo, Gusti Prabu, serta 50-an Komunitas atau kelompok di lingkungan Kagama dan UGM. Namun memang jangan berharap bisa menemukan Mukidi (atau Mulyono) dalam kegiatan Nitilaku hari ini atau berani datang di Malam Temu Alumni Kagama UGM kemarin, karena memang nama tersebut secara de facto dan de jure adalah bukan Alumnus UGM Asli.”
Pengamatan penulis tertumpu pada para kader PDIP atau perwakilan kadernya setelah apa yang dilakukan Jokowi terlepas dari pada kelalaiannya sehingga mengusung Jokowi dalam pilgub DKI Jakarta dan pemilu pilpres, namun kenapa perilaku Jokowi yang banyak membuat diskresi politik hukum, obstruksi, disobidiensi, dan kriminalisasi serta kroni-isme saat berkuasa, terlebih pengkhianatannya terhadap partai PDIP yang mengusungnya menjadi Presiden 2 (dua) periode serta tuduhan publik disertai INFORMASI TEMUAN YANG DAPAT DIJADIKAN SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP KEJAHATAN JOKOWI MENGGUNAKAN IJASAH PALSU yang tentunya ada sindikat yang membantu memasukan arsip yang seolah asli dan autentik, lalu dimasukan pada arsip yang dijadikan dokumen UGM yang nota bene, perguruan tinggi negeri di Jogjakarta tersebut adalah milik negara, milik seluruh rakyat bangsa ini.
Namun malah yang lebih sibuk dan transparan para oknum eks kaki tangan si “pengkhianat partai” terkait pencaharian keberadaan tersangka HARUN MASIKU yang dituduh memberikan gratifikasi kepada anggota KPU yang sudah terbukti bahkan telah selesai menjalankan vonis penjara.
Segala fenomena diskursus politik saat ini yang berkembang dengan ketidakberdayaan kader melaporkan dugaan Jokowi sebagai pengguna Ijasah Palsu yang menipu mereka (PDIP) sehingga mengusung Jokowi menjadi pejabat publik daerah dan penyelenggara negara tertinggi di NRI.
Akhirnya kesemua hal terkait penegakan hukum yang carut marut ini, menimbulkan pertanyaan besar bagi banyak publik utamanya masyarakat peduli penegakan hukum, “apakah segelintir petinggi partai berlogo kepala banteng”, juga ikut serta dalam rahasia pembuatan dan penggunaan dugaan ijazah palsu Jokowi?