Maidina menyebut ICJR tidak menyepakati bahwa menghindarkan pemenjaraan bagi pengguna narkotika sama dengan memberlakukan rehabilitasi bagi mereka.
“Hal ini tidak tepat, karena tidak semua pengguna narkotika membutuhkan rehabilitasi. Hanya 13 persen pengguna narkotika yang mengalami penggunaan bermasalah (UNODC, 2022). Hanya 1 dari 9 pengguna narkotika mengalami permasalahan dalam penggunaannya yang membutuhkan rehabilitasi (UNODC, 2018),” kata dia.
Untuk itu, ICJR menilai perubahan kebijakan yang harus didorong adalah revisi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu dengan dekriminalisasi pengguna narkotika.
Kata Maidina, pengguna narkotika dalam jumlah tertentu harus merupakan domain intervensi lembaga kesehatan, bukan aparat penegak hukum.
Lalu, dengan adanya rencana amnesti untuk napi penghina Presiden, maka kriminalisasi penghinaan Presiden dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru juga harus dihapuskan.
Sementara itu, bagi napi yang dikeluarkan karena sakit, maka pertimbangan tentang tindak pidananya harus dilakukan.
Dia menilai amnesti tidak serta merta dapat diberlakukan bagi napi yang sakit.
“Jika narapidana yang melakukan tindak pidana umum tertentu yang memang adalah perbuatan pidana dengan korban teridentifikasi, maka yang lebih tetap diberlakukan terhadap narapidana tersebut adalah Grasi atau pengampunan presiden, bukan penghapusan pidana lewat amnesti,” imbuh Maidina.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan narapidana (napi) yang dipenjara karena memakai narkoba hingga menghina kepala negara akan diusulkan untuk mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
Supratman mengatakan, amnesti perlu dilakukan dalam rangka mengurangi overload yang terjadi di penjara.
“Beberapa kasus yang terkait dengan kasus-kasus penghinaan terhadap, ataupun ITE yang terkait dengan kepala negara, atau itu, Presiden meminta untuk diberi amnesti,” ujar Supratman di Istana, Jakarta, Jumat (13/12/2024).
“Dan juga yang seharusnya mendapatkan rehabilitasi akibat penggunaan narkotika, itu juga diminta untuk diberikan amnesti,” sambung dia.
Supratman mengatakan, napi yang sudah terkena gangguan jiwa dan penyakit HIV juga akan diberikan amnesti.
Lalu, beberapa napi yang terkait dengan Papua juga akan diberi pengampunan “Tetapi yang bukan bersenjata, juga Presiden setuju untuk memberikan amnesti,” kata Supratman.
Menurut Supratman, total napi yang diusulkan mendapat amnesti mencapai 44.000 orang.
Meski demikian, Supratman akan memastikan jumlah pastinya.
“Saat ini yang kita data dari Kementerian Imipas yang memungkinkan untuk diusulkan amnesti kurang lebih sekitar 44.000 sekian orang ya,” imbuh dia