BANDA ACEH -Ruang kerja Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo turut menjadi sasaran penggeledahan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) BI.
Hal itu diungkapkan langsung Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Rudi Setiawan yang membenarkan tim penyidik KPK menggeledah kantor BI pada Senin malam, 16 Desember 2024.
“Kemarin kita ke Bank Indonesia, di sana ada beberapa ruangan yang kita geledah, di antaranya adalah ruang Pak Gubernur BI. Kita mencari bukti-bukti berupa dokumen dan lainnya yang terkait dengan dugaan itu,” kata Rudi kepada wartawan di Gedung Juang pada Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Desember 2024.
Rudi menjelaskan, dalam perkara dugaan korupsi CSR BI ini, pihaknya sudah menetapkan 2 orang sebagai tersangka.
“Tersangka yang terkait perkara ini ada, kita sudah dari beberapa bulan yang lalu telah menetapkan 2 orang tersangka yang diduga memperoleh sejumlah dana yang berasal dari CSR-nya Bank Indonesia,” terang Rudi.
Namun demikian, Rudi belum mengungkapkan identitas kedua tersangka dimaksud. Terkait perkara ini kata Rudi, kerugian keuangan negaranya cukup besar. Akan tetapi, Rudi belum menyebutkan nominalnya.
“Itu CSR-nya BI banyak ya (kerugian negaranya), cukup besar ya untuk CSR-nya Bank Indonesia. Nanti tanyakan sama BI lah,” pungkas Rudi.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK saat ini sedang mengusut perkara dugaan korupsi terkait penggunaan dana CSR BI.
“Jadi begini, perusahaan memberikan CSR yang digunakan untuk tadi, ada misalkan kegiatan-kegiatan sosial, misalnya membangun rumah, tempat ibadah, bangun fasilitas yang lainnya, jalan, jembatan, dan lain-lainnya. Kalau itu digunakan sesuai dengan peruntukannya, tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika, dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya,” kata Asep kepada wartawan, Rabu, 18 September 2024.
Misalnya kata Asep, tersedia dana CSR sebesar Rp1 miliar, namun yang digunakan hanya sebesar Rp500 juta.
“Dan ini digunakan misalkan untuk kepentingan pribadi. Nah itu yang menjadi masalah. Kalau itu digunakan misalkan yang tadinya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, ya itu gak jadi masalah,” pungkas Asep.