BANDA ACEH – Pernyataan Gus Miftah yang mengaku sebagai keturunan ke-9 dari ulama besar Kiai Ageng Muhammad Besari memicu polemik di kalangan publik dan keluarga keturunan sang kiai.Klaim tersebut bahkan mendapat bantahan langsung dari Wirastho, salah satu keturunan ke-8 Kiai Ageng Muhammad Besari.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Gus Miftah menyebut garis keturunannya dengan penuh percaya diri.
“Kebetulan kiai, saya keturunan ke-9 dari Mbah Muhammad Besari. Jadi saya keturunan ke-18 dari Prabu Brawijaya dan keturunan ke-17 dari Raden Patah Demak,” ujar Gus Miftah dalam video yang beredar di media sosial.
Pernyataan ini sontak menuai reaksi, khususnya dari keluarga besar Kiai Ageng Muhammad Besari.
Wirastho, salah satu keturunan ke-8 Mbah Besari, dengan tegas membantah klaim Gus Miftah tersebut.
“Kalau keluarga besar gini kita tidak bisa mengklaim dan disklaim. Kita hanya bisa menjabarkan data atau silsilah keluarga yang kita punya,” kata Wirastho dilansir dari YouTube tvOnenews dalam program Apa Kabar Siang Indonesia.
“Kalau Gus Miftah mengaku keturunan dari Mbah Madarum, itu kok di data kami tidak ada,” lanjutnya.
Menurutnya, tidak ada hubungan darah yang bisa menghubungkan Gus Miftah dengan keluarga Kiai Ageng Muhammad Besari.
“Karena putri dari Eyang Ilyas itu tidak ada satu pun yang menikah dengan Kiai Madarum. Putra dari Eyang Ilyas itu tidak ada yang namanya Kyai Madarum,” tegas Wirastho.
Lebih lanjut, Wirastho berharap agar Gus Miftah bisa lebih sadar diri dan tidak asal mengklaim sebagai keturunan Kiai Ageng Muhammad Besari tanpa bukti kuat.
“Saya pribadi tidak untuk klaim, tapi ini diharap bagi pribadinya (Miftah) kalau memang tidak (bukan keturunan Kiai) lebih baik mengakui tidak,” kata Wirastho tegas.
Ia menjelaskan bahwa dalam tradisi keluarganya, seseorang memang diperbolehkan untuk merasa bagian dari keluarga, baik melalui hubungan genetik maupun keilmuan.
Namun, hal ini harus didasari fakta dan tidak bisa diklaim sembarangan.
“Karena tradisi kami, siapapun diperbolehkan mengaku keluarga, entah keluarga secara genetik ataupun keilmuan. Makanya di sini saya tidak meminta pengakuan Gus Miftah, tapi lebih kepada permintaan untuk menyadari sendiri,” pungkasnya.
Wirastho juga menekankan pentingnya menjaga nama baik leluhur agar tidak disalahgunakan.
“3-4 tahun ini kami mencoba untuk menggawangi orang-orang yang ingin mencangkokkan nasab itu. Bukan karena kita merasa sok, tapi untuk menjaga supaya nama leluhur tidak disalahgunakan. Ketika leluhur kami dimanfaatkan untuk kebaikan tidak apa-apa,” ucapnya.
Menutup pernyataannya, Wirastho menegaskan bahwa siapa pun yang merasa memiliki hubungan dengan keluarga Kiai Ageng Muhammad Besari dipersilakan datang dan membawa bukti silsilah yang sah.
“Tapi ketika digunakan untuk hal negatif, ini yang perlu kita gawangi. Ketika orang mengaku, monggo datang ke sini, bawa silsilah.” tutup Wirastho.
Kontroversi ini pun menjadi perbincangan hangat di kalangan publik. Akankah Gus Miftah memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait klaim keturunannya?
Publik kini menantikan kelanjutan dari polemik yang tengah bergulir ini.