Menelusuri Peran Gen-A, Sebuah Komunitas dalam Mencetak Remaja Sebagai Kader Perubahan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Rahmata Riza adalah Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry. FOTO/Dok. Pribadi. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Penulis: Rahmatal Riza**

KOMUNITAS merupakan fondasi sosial yang tak hanya menjadi tempat berkumpul, tetapi juga berperan sebagai kader perubahan. Dalam masyarakat yang semakin kompleks, komunitas memiliki potensi besar untuk menjawab berbagai tantangan, mulai dari isu pendidikan, kesehatan, hingga lingkungan. Selain itu, komunitas menjadi wadah bagi individu untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan mengambil tindakan nyata yang berdampak positif.

Remaja, sebagai kelompok yang memiliki energi dan kreativitas tinggi, sedang dalam fase penting dalam pembentukan karakter dan pengembangan jati diri. Namun, tidak semua remaja memiliki akses atau dukungan yang memadai untuk mengoptimalkan potensi mereka. Berbagai permasalahan seperti minimnya edukasi, pengaruh lingkungan negatif, dan kurangnya wadah produktif sering kali menjadi penghalang. Di tengah kebutuhan akan agen perubahan yang mampu menghadapi tantangan zaman, remaja sebenarnya memiliki peluang besar untuk mengambil peran tersebut, tetapi membutuhkan panduan dan ruang untuk berkembang.

Komunitas berperan strategis dalam pembinaan karakter, khususnya bagi remaja yang tengah mencari jati diri. Sebagai ruang aman, komunitas menawarkan pendekatan yang lebih personal dan inklusif, membantu remaja belajar, tumbuh, dan mengembangkan nilai-nilai positif seperti tanggung jawab, kepedulian, dan kerja sama. Melalui program-program yang dirancang dengan baik, komunitas mampu membentuk remaja menjadi agen perubahan yang siap menghadapi tantangan masyarakat.

Salah satu contoh nyata dari peran ini adalah program TaKaSi-SeRa (Taman Edukasi Remaja) yang digagas oleh Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A). Program ini menjadi bukti bagaimana komunitas dapat menciptakan inisiatif yang berhasil membentuk kader remaja sebagai agen edukasi di masyarakat.

Program TaKaSi-SeRa di Gampong Jawa, Banda Aceh, dirancang untuk melatih remaja menjadi kader edukasi kesehatan sebaya. Dengan tema “Lingkungan Sehat Bebas Rokok, Gampong Aman Bebas DBD,” program ini mengajarkan remaja untuk tidak hanya memahami isu-isu kesehatan, tetapi juga menyebarkan kesadaran tersebut ke masyarakat sekitar. Salah satu keunggulan program ini adalah pendekatan yang kreatif dan interaktif, seperti permainan edukatif dan pembuatan alat peraga sederhana.

Sebagai contoh, melalui pelatihan bahaya rokok, para remaja tidak hanya diajarkan dampak buruk rokok secara teori, tetapi juga bagaimana menyampaikan informasi tersebut dengan cara yang menarik, seperti membuat alat peraga dari botol bekas untuk mensimulasikan efek asap rokok pada paru-paru. Kegiatan ini tidak hanya membangun pemahaman mereka terhadap isu kesehatan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri dalam menyampaikan informasi kepada orang lain.

Lebih dari itu, TaKaSi-SeRa juga memperkenalkan konsep inklusi sosial melalui cerita motivasi dari tokoh-tokoh inspiratif, seperti Made Wikandana dari UNICEF, yang berbagi pengalamannya sebagai individu dengan disabilitas. Hal ini mengajarkan kepada remaja pentingnya keberagaman dan empati dalam membangun masyarakat.

Program ini menjadi salah satu contoh bagaimana komunitas dapat berperan sebagai ujung tombak dalam mencetak remaja yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli dan berdaya. Dengan sinergi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat lokal, TaKaSi-SeRa berhasil menjadi model bagi inisiatif serupa di wilayah lain.

Setelah mengikuti beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh komunitas seperti Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A), saya semakin yakin bahwa komunitas adalah ujung tombak dalam mencetak remaja sebagai kader perubahan. Komunitas memiliki peran strategis yang tidak hanya membimbing, tetapi juga menginspirasi generasi muda untuk terlibat langsung dalam menghadirkan solusi bagi permasalahan sosial di sekitarnya.

Komunitas seperti GEN-A menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas memiliki keunggulan dalam mendekatkan isu-isu kritis kepada masyarakat, khususnya anak muda. Melalui program pelatihan, mereka mampu menciptakan ruang pembelajaran yang interaktif, seperti pelatihan edukasi kesehatan sebaya yang menyoroti bahaya rokok atau pembuatan alat pemberantas jentik nyamuk dari bahan daur ulang. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya membekali remaja dengan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter mereka sebagai pemimpin muda yang peduli terhadap lingkungan sosialnya.

Keunggulan komunitas terletak pada fleksibilitas dan pendekatan personalnya. Berbeda dengan institusi formal, komunitas dapat merancang program-program yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan melibatkan semua pihak, mulai dari remaja hingga pemimpin masyarakat. Di sinilah peran komunitas menjadi penting sebagai katalisator perubahan sosial, karena mereka mampu menjembatani ide-ide besar dengan aksi nyata di lapangan.

Dampaknya pun sangat terasa, baik bagi remaja maupun masyarakat sekitar. Bagi remaja, keterlibatan dalam kegiatan komunitas memberikan pengalaman yang berharga, seperti belajar bekerja sama, memimpin, dan mengambil tanggung jawab. Sementara itu, masyarakat diuntungkan dengan meningkatnya kesadaran akan berbagai isu, mulai dari kesehatan hingga pentingnya lingkungan yang bersih dan aman.

Namun, untuk memaksimalkan potensi komunitas dalam mencetak remaja sebagai kader perubahan, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci yang tidak bisa diabaikan. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi non-pemerintah harus mengambil peran aktif dalam mendukung komunitas menjalankan misinya. Pemerintah dapat menyediakan kebijakan yang mendorong pemberdayaan komunitas, seperti alokasi anggaran khusus untuk kegiatan pemuda dan pelatihan berbasis masyarakat. Lembaga pendidikan dapat bersinergi dengan komunitas untuk mengintegrasikan nilai-nilai pembelajaran formal dengan pengalaman praktis yang diberikan oleh komunitas.

Sementara itu, organisasi non-pemerintah dapat memberikan pendampingan, fasilitas, hingga akses kepada jaringan lebih luas yang memungkinkan program-program komunitas berjalan dengan lebih efektif. Kolaborasi lintas sektor ini juga mampu meningkatkan daya jangkau program-program komunitas, sehingga lebih banyak remaja di berbagai wilayah dapat merasakan manfaatnya. Dengan dukungan yang memadai, komunitas tidak hanya dapat memperluas cakupan kegiatannya, tetapi juga meningkatkan kualitas pelaksanaan program, menjadikannya lebih relevan dan berkelanjutan.

Selain itu, kolaborasi ini dapat memperkuat keterhubungan antara komunitas dan masyarakat luas. Misalnya, pemerintah lokal yang terlibat dalam kegiatan komunitas dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap inisiatif yang diusung. Begitu pula ketika lembaga pendidikan turut berpartisipasi, pesan-pesan edukatif dari komunitas dapat lebih mudah diterima oleh generasi muda. Dalam jangka panjang, sinergi lintas sektor ini akan menghasilkan ekosistem yang saling mendukung, di mana komunitas dan berbagai pemangku kepentingan bersatu untuk menciptakan perubahan yang lebih besar dan berkelanjutan.

Sebagai penutup, saya percaya bahwa komunitas adalah ujung tombak dalam mencetak generasi muda yang mampu membawa perubahan nyata di masyarakat. Mereka bukan hanya tempat berkumpul, tetapi juga ruang belajar, tumbuh, dan menginspirasi. Dalam tangan komunitas, remaja dapat menemukan jati diri, belajar menghadapi tantangan, serta mengembangkan kapasitas mereka untuk menjadi agen perubahan. Lebih dari itu, komunitas memberikan peluang bagi remaja untuk merasakan bahwa mereka adalah bagian penting dari solusi berbagai masalah sosial yang ada.

Harapan ke depan adalah agar semakin banyak komunitas yang tumbuh dan berkembang, didukung oleh kolaborasi lintas sektor yang solid. Dengan demikian, kita dapat melihat lebih banyak remaja yang menjadi kader perubahan, menggerakkan masyarakat menuju masa depan yang lebih baik—masa depan yang dibangun di atas semangat solidaritas, kerja sama, dan kepedulian sosial.

**). Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry

Exit mobile version