BANDA ACEH – Pemprov DKI Jakarta yang selama ini jauh dari pemberitaan soal korupsi, kini dikejutkan oleh berita tersebut.
Baru-baru ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mendatangi dan memeriksa ruang kerja pejabat di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta.
Bahkan, Kepala Disbud DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana pun sudah dinonaktifkan, buntut dari dugaan korupsi yang cukup fantastis, yakni Rp 150 miliar.
Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta pun tak tinggal diam.
PDIP menyebut, perbuatan Iwan Henry Wardhana itu telah merendahkan kerhormatan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengaku, telah mengikuti kabar penggeledahan Disbud DKI Jakarta karena dugaan kasus korupsi kegiatan fiktif.
Dia menyesalkan, masih ada PNS di DKI Jakarta yang nekat melakukan tercela tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kata dia, kegiatan fiktif ini tentu merugikan keuangan negara.
Baca juga: Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Sebut Dugaan Korupsi Disbud DKI Dilakukan Swakelola
Duit yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru dimanipulasi untuk pribadi.
“Kalau itu benar ternyata perbuatannya fiktif Rp 150 miliar, ini bukan hanya sekadar kebohongan, tetapi tindakan yang betul-betul melecehkan hukum dan merendahkan harkat serta martabat PNS,” kata Pantas saat dihubungi pada Sabtu (21/12/2024).
Menurut dia, kejadian ini tidak perlu ditutupi tetapi harus dibuka secara transparan.
Dengan begitu, publik dapat mengetahui penggunaan duit yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana kini nonaktif, karena diduga terlibat korupsi Rp 150 miliar.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana kini nonaktif, karena diduga terlibat korupsi Rp 150 miliar. (Warta Kota/Fitriyandi Al Fajri)
“Kasus ini harus dibuka secara terang benderang baik oleh penyidik maupun ASN itu sendiri seperti Inspektorat dan BPK,” imbuhnya.
Kata dia, perbuatan ini juga telah mengecoh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang rutin mengevaluasi pengelolaan keuangan daerah setiap tahun.
Kejadian ini, harus menjadi pembelajaran agar tidak terulang kembali di kemudian hari.
“Jadi apakah ini demikian canggihnya peristiwa itu sehingga tidak terdeteksi BPK atau barang kali memang sudah terendus,” pungkas Pantas.
Diketahui, Kejati DKI Jakarta menggeledah kantor Dinas Kebudayaan Jakarta pada Rabu (18/12/2024). Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan penyimpangan pada kegiatan di Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2023.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan mengatakan kasus ini telah diselidiki sejak November 2024.
Kata dia, penyidik telah menemukan dugaan tindak pidana dan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan pada 17 Desember 2024.
Selanjutnya, Rabu tanggal 18 Desember 2024, Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati DKI melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan terhadap penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Dugaan penyimpangan berbagai kegiatan pada Dinas Kebudayaan ini bersumber dari anggaran 2023 sebesar Rp 150 miliar.
Syahron menjelaskan, penggeledahan dan penyitaan dilakukan di lima lokasi yaitu Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian Kantor EO GR-Pro di Jalan Duren 3 Jakarta Selatan, serta tiga rumah tinggal di Kebon Jeruk Jakarta Barat.
“Serangkaian tindakan penggeledahan dan penyitaan oleh penyidik salah satunya, yaitu melakukan penyitaan beberapa unit laptop, ponse, PC, flashdisk untuk dilakukan analisis forensik,” ucapnya.
“Turut disita uang, beberapa dokumen dan berkas penting lainnya guna membuat terang peristiwa pidana dan penyempurnaan alat bukti dalam perkara a quo,” imbuhnya