OPINI
OPINI

Negara Hukum Bagi Koruptor, Bak Sinetron

image_pdfimage_print

BEREDAR di media sosial, sebuah foto yang memperlihatkan raut wajah bahagia tak terkira artis Sandra Dewi saat menatap wajah suaminya, Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi timah, saat hakim hanya memberi vonis 6,5 tahun.  Padahal, potensi kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 300 triliun, termasuk nilai kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

ADVERTISEMENTS
Mengenang dan Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh dari Bank Aceh Syariah

Bisa dipastikan, suara netizen begitu riuh rendah, hingga menyebutkan ada profesi baru di negeri ini, yaitu menjadi koruptor. Hidup enak, hukuman pun ringan. Syaratnya, berkelakuan baik di hadapan majelis hakim dan memiliki keluarga.

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai putusan itu tak logis. Bahkan tuntutan yang disampaikan jaksa juga hanya 12 tahun penjara.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Dirgahayu Kodam IM ke-68 dari Bank Aceh Syariah

Sangat berbeda dengan negara tetangga, Vietnam. Awal Desember lalu. Pengadilan Vietnam menolak upaya banding yang dilakukan oleh Taipan properti Vietnam Truong My Lan. Seorang wanita berusia 68 tahun, diketahui menjadi dalang penipuan bank terbesar di dunia dan mendapatkan vonis mati. Ia bisa mendapatkan keringanan penjara seumur hidup jika bisa membayar kembali 75 persen dari apa yang telah diambilnya.

Di China, Tiongkok baru-baru ini juga mengeksekusi mantan pejabat dari Mongolia atas tuduhan korupsi senilai total sekitar 3 miliar yuan (412 juta dolar AS). Hukuman mati yang sebelumnya jarang terjadi untuk kasus korupsi, semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kampanye besar-besaran Presiden Xi Jinping untuk membersihkan Partai Komunis.

Berita Lainnya:
Masih Adakah yang Memimpin dengan Hati?
ADVERTISEMENTS
Kartu ATM Expired Bank Aceh Syariah

Belum usai dengan putusan Harvey Moeis, kembali rakyat Indonesia disuguhkan dengan pernyataan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas bahwa Presiden Prabowo tak hanya mewacanakan pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, tapi negara juga menerima denda damai. Supratman menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejagung lantaran Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.

Dan wacana ini mendapat protes dari para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute. Mereka memandang rencana itu malah mengurangi efek jera bagi koruptor. Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito menilai, pengampunan ini berpeluang menjadi blunder dan berpotensi tidak menyelesaikan persoalan mendasar bahwa korupsi bukan terjadi hanya pada masa lalu, tetapi saat ini juga.

ADVERTISEMENTS
Selamat Milah BPKH ke 7 Tahun

Inilah Wajah Asli Kapitalisme Demokrasi

Bak sinetron, penyelesaian setiap kasus terutama korupsi di dalam negara yang menyatakan sebagai negara hukum, Indonesia.  Padahal kasus korupsi sudah bukan perkara remeh temeh tapi menggurita dan tersistem. Namun wajah peradilan semakin tak punya wibawa. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Permainan kekuasaan dan uang sangat mendominasi.

Bahkan jika pun mendapat vonis penjara, para koruptor itu memiliki penjara yang lebih mewah daripada pencuri singkong atau ayam. Maka, logika ini sangatlah tak bisa diterima, ketika koruptor bisa dimaafkan asal mengembalikan hasil korupsi untuk asset recovery (pemulihan kerugian negara), padahal tidak melalui amnesti saja koruptor sebagaimana narapidana kasus lainnya selalu mendapatkan remisi, pengurangan hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum pada saat peringatan HUT RI dan hari raya lainnya.

Berita Lainnya:
Maaf Saja Tak Cukup
ADVERTISEMENTS
QRIS Merchant Bank Aceh Syariah

Amnesti diberikan kepada para koruptor, padahal tindak korupsi adalah extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Korupsi adalah tindak kejahatan yang sangat memengaruhi sendi-sendi kehidupan suatu negara dan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan korupsi sungguh luar biasa karena menyangkut perekonomian negara dan masyarakat. Sungguh cara pandang yang kelewat batas rasa keadilan bahkan kemanusiaan.

Namun inilah kenyataan pahit yang harus kita telan ketika hidup dalam aturan sistem Kapitalisme Demokrasi. Sistem yang asasnya sekuler, memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, hukum kemudian diambil dari kesepakatan manusia. Ironinya, siapa berkuasa dan bermodal besar dialah penguasa hakiki. Tak ada keadilan. Negara pun hilang kedaulatannya.

ADVERTISEMENTS
SMS Poin - Bank Aceh Syariah

Demokrasi sendiri tak lepas dari politik uang, pemimpin yang menang dan wajahnya terpampang hari ini, terpilih bukan semata karena nama atau kapasitas kenegarawannya, tapi lebih karena “uang” nya dan jaringan pendukungnya. Maka tak heran jika setiap kebijakan yang muncul sama saja dengan sebelumnya, masalah rakyat tetap ada karena memang bukan menjadi prioritas.

Follow HARIANACEH.co.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya