BANDA ACEH – Juru Bicara PDIP, Guntur Romli menyebut bahwa partainya merasa khawatir apabila menyerahkan bukti skandal korupsi petinggi negara dan elit Politik kepada penegak hukumHal tersebut lantaran kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum (APH), seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Polri tidak baik.
Dia menilai, ketiga lembaga APH itu dianggap Guntur tak serius dalam menangani kasus korupsi.
“Kita bicara soal kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara dan penegak hukum saat ini. Misalnya, KPK sudah banyak menerima laporan (kasus) korupsi-korupsi besar, tapi tidak ada tindak lanjut,” kata Guntur di Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Senin (30/12/2024), dikutip Tribunnews.com.
Ia lantas memberikan contoh kasus dugaan ekspor ilegal bijih nikel yang pernah disinggung almarhum ekonom Faisal Basri.
Guntur menuturkan, Faisal sempat menyebut nama menantu Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, terkait kasus itu.
Tapi, menurut Guntur, KPK tak mengambil langkah untuk memproses sosok-sosok tersebut.
“Seperti yang disampaikan almarhum Faisal Basri, terkait ekspor ilegal bijih nikel yang rugikan negara ratusan triliun.”
“Bahkan sudah sebut nama, ada Bobby Nasution, Airlangga Hartarto, tapi kan tidak ada tindak lanjut,” imbuhnya.
Tak hanya KPK, Guntur juga menyebut sikap Kejagung dalam menangani kasus korupsi di PT Timah, justru menyakiti hati masyarakat.
Pasalnya, Harvey Moeis sebagai terdakwa dan terbukti terlibat kasus korupsi di PT Timah, hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara.
Ia juga menyinggung kredibilitas Polri yang saat ini tengah menjadi sorotan karena terlibat sejumlah kasus.
“Kemudian penegak hukum yang lain, misal Kejaksaan. Kasus Harvey Moeis merugikan negara 300 triliun, tapi hukumannya 6,5 tahun. Itu kan sangat menyakitkan,” tutur Guntur.
“Kemudian polisi, kita tahu lah polisi bagaimana. Akhir-akhir ini terlibat kasus penembakan, apalagi terbongkar melakukan pemerasan terhadap wisatawan Malaysia,” lanjut dia.
Karena itu, melihat aparat penegak hukum yang dianggapnya tak bisa dipercaya, Guntur menyebut PDIP sangat berhati-hati dalam menjaga bukti-bukti skandal pejabat negara.
Ia bahkan mengatakan PDIP bisa saja menunda menyerahkan bukti-bukti itu kepada penegak hukum.
Sebab, kata Guntur, hal itu justru bisa saja menjadi bumerang bagi PDIP.
“Berhubung seperti ini, maka kami sangat berhati-hati, bahkan mungkin akan menunda kalau dokumen-dokumen (skandal pejabat negara) diserahkan kepada mereka (penegak hukum), ini malah (bisa) jadi bumerang,” tegasnya.
Guntur lentas menekankan, pihaknya lebih memilih jalur no viral no justice dengan mengandalkan kekuatan rakyat.
Lantaran, sekali lagi Guntur menegaskan, lembaga hukum di Indonesia tak bisa diharapkan.
“Kalaupun kami laporkan, kami tidak percaya bahwa kasus-kasus itu akan berlanjut, dengan kondisi penegak hukum seperti saat ini.”
“Akhirnya kita (memilih) no viral no justice, inilah yang menjadi jalan terakhir, harus kembali melaporkan kepada pemilik tertinggi kedaulatan dan kekuasan sesungguhnya di negeri ini, yaitu rakyat,” kata Guntur.
“Karena kita melihat lembaga-lembaga (hukum) ini tidak bisa diharapkan,” tegasnya.
KPK Minta Langsung Laporkan Saja
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, meminta supaya Hasto Kristiyanto langsung melaporkan bukti video skandal pejabat negara kepada aparat penegak hukum.
Ia menjelaskan, segala informasi mengenai tindakan korupsi para penyelenggara negara dapat dilaporkan ke aparat.
Tessa pun menyarankan kepada Hasto untuk melaporkan bukti itu kepada Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), ataupun KPK, agar bisa segera diproses.
Dia memastikan, aparat akan menindaklanjuti bukti tersebut sesuai prosedur.
“KPK berharap siapapun yang memiliki informasi tentang adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk bisa melaporkan hal tersebut kepada APH (aparat penegak hukum) yang berwenang menangani perkara korupsi,” ujar Tessa, Minggu (29/12/2024).