UPDATE

OPINI
OPINI

Red Flag Pergantian Tahun

Umar bin Al-Khaththab ra. berkata,

“Jauhilah oleh kalian musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nasrani saat mereka berkumpul pada Hari Raya mereka. Sungguh saat itu murka (Allah Swt.) turun kepada mereka dan aku takut hal itu juga akan menimpa kalian.”

PERGANTIAN tahun dari waktu ke waktu menjadi sinyalemen Red Flag bagi keimanan Muslim. Miris memang menyaksikan Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar dunia mengerahkan segala upaya untuk memeriahkan pergantian tahun. Berbagai pihak hingga pemerintah di beberapa provinsi akan menggelar pesta kembang api.

Alhamdulillah Aceh tidak melakukan hal tersebut. Kota Banda Aceh misalnya melarang warganya merayakan malam pergantian tahun. Larangan tersebut tertuang dalam surat bersama Forkopimda Banda Aceh. Namun meski larangan perayaan pergantian tahun telah diterbitkan, sepertinya warga akan tetap memadati jalan-jalan dan berkerumun.

Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Banda Aceh, Kompol Ikmal, memperkirakan penumpukan warga akan terjadi pada tiga titik di malam pergantian tahun, yakni seputaran Lapangan Blang Padang, Simpang Lima dan kawasan Masjid Raya Baiturrahman. Bahkan secara umum hampir seluruh persimpangan di Banda Aceh berpotensi terjadi kepadatan kendaraan. Mulai dari Simpang PKA, Simpang Jambo Tape, Ulee Lheue, Simpang Jam dan Simpang Kodim.

Warga yang tidak berkerumun di jalan biasanya melewati tahun baru dengan kegiatan berkumpul dengan sahabat dan keluarga sambil membakar ayam. Pedagang ayam di Pasar Al Mahirah Lamdingin, Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh menyampaikan bahwa harga daging ayam mengalami kenaikan menjelang natal dan tahun baru. Harga ayam mencapai Rp 65 ribu/ekornya. Di Lhokseumawe harga ayam potong bahkan mengalami lonjakan signifikan menjelang Nataru yakni mencapai Rp 70 ribu/ekor (ajnn.net, 20/12/2024).

Mengapa perayaan tahun baru dilarang? Apakah semata-mata agar terhindar dari kegiatan yang berpotensi mengganggu ketertiban umum? Tentu tidak. Perayaan pergantian tahun atau perayaan tahun baru adalah hari raya kaum kafir, khususnya milik kaum Nasrani. Ini bukan masalah main-main melainkan persoalan menjaga keselamatan akidah.

Penetapan tahun baru Masehi yaitu pada 1 Januari diresmikan oleh Kaisar Romawi Julius Caesar (46SM). Penetapan ini kemudian diresmikan ulang oleh Paus Gregorius XII, pemimpin tertinggi Katolik pada 1582. Penetapan ini kemudian diadopsi secara luas oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian pada 1752 (wikipedia.org).

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Bentuk perayaan pergantian tahun ini beraneka ragam, baik berupa ibadah seperti layanan ibadah di gereja, maupun aktivitas non ibadah seperti parade/karnaval, menikmati berbagai hiburan, berolahraga seperti hoki es dan rugby, menikmati makanan tradisional sambil berkumpul bersama keluarga dan sahabat.

Melansir dari muslimahnews.net pada 31/12/2021, berdasarkan manath (fakta hukum) bahwa haram hukumnya seorang muslim ikut-ikutan merayakan Tahun Baru Masehi. Dalil keharamannya ada dua. Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar). Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yaadihim).

Dalil umum yang mengharamkan menyerupai kaum kafir antara lain firman Allah Swt.,

Berita Lainnya:
COP30 Brasil: Menggugat Tanggung Jawab Sejati di Balik Krisis Iklim

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنْ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنْ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنْ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’ Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 104).

Ayat ini dengan jelas melarang kaum muslimin untuk mengikuti agama mereka (orang Yahudi dan Nasrani), atau dengan kata lain, melarang kaum muslimin menyerupai orang-orang kafir (tasyabbuh bi al kuffaar).

Ayat-ayat yang semakna ini banyak, antara lain QS Al-Baqarah: 104, QS Al-Baqarah: 145; QS Ali ‘Imran: 156, QS Al-Hasyr: 19; QS Al-Jatsiyah : 18-19; dan lain-lain (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 12/7; Wa`il Zhawahiri Salamah, At-Tasyabbuh Qawa’iduhu wa Dhawabituhu, hlm. 4-7; Mazhahir at-Tasyabbuh bil Kuffar fi Al ‘Ashr al-Hadits, hlm. 28-34).

Dalil umum lainnya adalah sabda Rasulullah saw.,

لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبر، وذراعا بذراع، حتى لو سلكوا جحر ضب لسلكتموه. قلنا: يا رسول الله، اليهود والنصارى؟ قال: فمن؟

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka memasuki lubang biawak, niscaya kalian akan mengikutinya.” Kami [para sahabat] bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang Yahudi dan Nashara?” Rasulullah saw. berkata, ”Lalu siapa lagi [kalau bukan mereka]?” (HR Bukhari No. 3269).

Juga sabda Rasulullah saw.,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad, 5/20; Abu Dawud No. 403). Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan sanad hadis ini hasan (Fathul Bari, 10/271).

Hadis-hadis tersebut telah mengharamkan umat Islam menyerupai kaum kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim), seperti akidah dan ibadah mereka, hari raya mereka, pakaian khas mereka, cara hidup mereka, dan lain-lain (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 12/7; Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As-Sunnah an-Nabawiyyah, hlm. 22-23).

Selain dalil umum, terdapat dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir. Dari Anas ra., dia berkata,

Berita Lainnya:
Bandara Morowali dan Kegilaan Investasi Asing

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ »

”Rasulullah saw. datang ke kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main. Rasulullah saw. bertanya, ’Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab, ’Dahulu kami bermain-main pada dua hari itu pada masa jahiliah.’ Rasulullah saw. bersabda, ’Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Iduladha dan Idulfitri.” (HR Abu Dawud, No. 1134).

Hadis ini dengan jelas telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir (Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As-Sunnah an-Nabawiyyah, hlm. 173).

Berdasarkan dalil-dalil di atas, haram hukumnya seorang muslim merayakan tahun baru Masehi, misalnya dengan meniup terompet, menyalakan kembang api, menyulut petasan (mercon), menunggu detik-detik pergantian tahun, memberi ucapan selamat tahun baru, makan-makan untuk merayakan tahun baru, menikmati hiburan musik dan lagu menjelang pergantian tahun, dan sebagainya. Semuanya haram karena termasuk perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar) yang telah diharamkan Islam.

Oleh sebab itu kita harus menyambut baik berbagai himbauan yang diterbitkan dan disosialisasikan ke tengah-tengah masyarakat untuk menahan laju penjajahan budaya ini. Kerap kali demi toleransi kita dipaksa untuk melanggar batas-batas akidah ini.

Disamping itu momen pergantian tahun juga sering menjadi ajang kampanye pluralisme dan kerukunan. Bagi yang tidak mau berkontribusi dalam perayaan tahun baru ini akan dilabeli sebagai sosok yang intoleran dan tidak menghargai kebhinekaan.

Padahal Islam telah mempraktikkan toleransi 13 abad silam. Islam memiliki aturan yang khas mengatur hubungan antar umat beragama dengan kaidah tidak ada paksaan dalam beragama. Islam melarang memaksa non Muslim untuk memeluk Islam. Namun Islam mewajibkan untuk membantu siapa saja tanpa memandang agamanya.

Islam mengharamkan tindakan mengganggu harta, kehormatan, dan jiwa sesama manusia, apapun keyakinannya. Namun, dalam perkara keimanan dan ibadah, setiap Muslim wajib berpegang pada keyakinannya. Mengimani bahwa Islam satu-satunya agama yang diridhai di sisi Allah. Siapa saja yang mencari agama selain Islam akan merugi dunia-akhirat. Allah Swt. Berfirman;

“Siapa saja yang mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran [3]: 85).[]

 

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.