BANDA ACEH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto pada Selasa (7/1/2025), berkaitan dengan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota DPR dan perintangan penyidikan yang melibatkan Harun Masiku.
Rumah Hasto yang digeledah ada dua, yakni yang beralamat di Perumahan Villa Taman Kartini, Jalan Graha Asri VI Blok G3 Nomor 18, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat dan di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah alat bukti yang disimpan di dalam koper berukuran besar.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.
Namun, Asep menjelaskan, alat bukti yang disita itu tidak sebanyak kapasitas koper tersebut.
Dia mengatakan, koper berukuran besar itu digunakan karena dianggap sebagai tempat penyimpanan alat bukti yang aman.
“Penyidik akan menyimpan barang-barang yang disita itu pada tempat penyimpanan yang aman, yang kita bawa tempat penyimpanannya yang aman itu adalah koper,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Rabu (8/1/2025).
“Kalau kita tenteng-tenteng di plastik itu kan nanti rawan tertinggal, jatuh, dan lain-lain. Yang paling cocok untuk digunakan membawa adalah koper,” ujarnya.
Alat bukti yang disita penyidik adalah sebuah catatan dan barang bukti elektronik.
“Dari kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik melakukan penyitaan alat bukti surat berupa catatan dan barang bukti elektronik,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Rabu.
Sebelumnya, Anggota tim kuasa hukum PDIP, Johannes Tobing juga menyebutkan bahwa KPK menyita flashdisk dan buku kecil dari rumah Hasto.
Namun, dia tak mengetahui secara pasti apa isi flashdisk maupun buku kecil yang disita oleh penyidik.
“Cuma dapat satu flashdisk sama buku kecil tulisannya dari Mas Kusnadi. Itu saja,” ujar Johannes.
PDIP Tak Masalah Rumah Hasto Digeledah
Terkait penggeledahan rumah Hasto, Ketua DPP PDIP, Said Abdullah mengaku tak mempersoalkan langkah KPK itu.
Karena menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari proses hukum untuk melengkapi bukti-bukti yang harus dihormati.
“Kita hormati itu karena memang kewenangan melekat pada KPK,” kata Said di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu.
Said menegaskan, PDIP selalu menghormati proses hukum yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum, termasuk KPK.
Dia pun memastikan, partainya konsisten mendukung supremasi hukum dan tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan.
Dengan demikian, Said berharap, proses hukum yang berjalan ini bisa dapat segera diselesaikan tanpa menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Kami tidak punya pretensi bahwa KPK seharusnya tidak perlu, KPK seharusnya tidak seperti ini, itu tidak. Mari kita hormati proses.”
“Seluruh proses di KPK dengan asas praduga tidak bersalah dan tidak menimbulkan kegaduhan di publik bagi siapapun juga baik bagi KPK maupun bagi internal kami.”
“Kami akan jalani ini secara baik, secara sempurna untuk menunjukkan dan sekaligus memberikan advokasi kepada publik bahwa siapapun di antara kami, kader PDIP, kena kasus hukum, katakanlah tanda kutip, kami akan taat seluruh prosesnya,” ucapnya.
Hasto bersama advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan PAW anggota DPR periode 2019–2024.
Kedua, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Suap tersebut, diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW, dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.
Nilai suapnya pun mencapai Rp600 juta.
Suap itu dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saiful Bahri, yang kemudian diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku.
Hasto mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.