BANDA ACEH – Polemik pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, makin mencuat usai berbagai tuduhan dialamatkan kepada Agung Sedayu Group (ASG) selaku pengembang Program Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk (PSN PIK) 2.Tudingan tersebut menyebutkan pagar laut tersebut digunakan untuk pemetaan lahan. ASG pun buka suara.
ASG Buka Suara
“Kalau tadi saya konfirmasi (manajemen ASG), nggak ada, itu fitnah semua. Nggak ada pembelian (untuk pembebasan lahan) di situ,” ujar kuasa hukum ASG, Muannas Alaidid, Sabtu (11/1/2025).
Ia juga menegaskan bahwa Pulau Cangkir, yang disebut-sebut menjadi bagian dari pengembangan PIK 2, tidak termasuk dalam kawasan tersebut karena dianggap bukan daratan.
Informasi tentang pembebasan lahan di Pulau Cangkir yang dikaitkan dengan PIK 2 dinilainya tidak berdasar.
Muannas juga menepis kesaksian warga dari kawasan Tanjung Pasir hingga Kronjo yang menyatakan bahwa pagar laut akan menjadi pembatas reklamasi PIK 2.
“Nggak betul. Fitnah,” tegasnya. Lebih lanjut, ia membantah informasi yang menyebutkan bahwa pagar laut dari bambu tersebut dibangun untuk pemetaan lahan. “Fitnah!” ujarnya kembali.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memberikan batas waktu 10-20 hari kepada pihak terkait untuk membongkar pagar laut yang telah disegel sejak Kamis (9/1/2025).
Pengakuan Jaringan Rakyat Pantura
Fakta lain muncul dari sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP).
Mereka mengaku sebagai pihak yang membangun pagar laut tersebut atas dasar inisiatif swadaya masyarakat setempat.
“Sejauh ini pemerintah daerah tutup mata dengan kondisi wilayah Pantura Tangerang ini, khususnya pada nelayan. Hingga saat ini tidak pernah memberikan kesejahteraan,” ujar Sandi Martapraja, Koordinator JRP, Jumat (10/1/2024).
Menurutnya, abrasi yang telah mengikis ribuan hektar lahan warga menjadi salah satu alasan utama pembangunan tanggul tersebut.
Sandi juga menyatakan bahwa struktur yang dibangun bukanlah pagar laut, melainkan tanggul laut untuk mencegah abrasi dan sebagai mitigasi terhadap ancaman Megathrust dan tsunami.
“Ini bukan pagar laut, tapi tanggul laut untuk pencegah abrasi serta mitigasi terhadap ancaman Megathrust dan Tsunami.
Tanggul ini merupakan hasil inisiatif swadaya dari masyarakat setempat,” kata Sandi.
Ia menambahkan bahwa hingga kini sosialisasi dari pemerintah daerah terkait bahaya Megathrust sangat minim dilakukan kepada warga Pantura Tangerang.
Dorong Peningkatan Ekonomi
Senada, Tarsin, perwakilan nelayan Pantura Tangerang, menyebut bahwa pemasangan bambu dengan tinggi enam meter tersebut dilakukan secara sadar oleh para nelayan untuk menahan abrasi.
“Tanggul bambu dengan ketinggian enam meter itu memang sengaja dipasang para nelayan untuk menahan abrasi.
Yang mana hingga saat ini persoalan abrasi tidak menjadi perhatian pemerintah,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa tanggul ini memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi para nelayan, salah satunya akan mendorong keberadaan kerang hijau yang tumbuh di area tersebut.
“Itu bisa jadi tambahan pencarian nelayan, pokoknya meningkatkan ekonomi, bukan bermaksud apa-apa dan tidak ada hubungan dengan PIK 2,” pungkas Tarsin. ***