Sosok pendengung Rudi Sutanto alias Rudi Valinka dilantik menjadi staf khusus Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid pada Senin, 13 Januari 2025. Rudi dilantik Meutya menjadi Staf Khusus Menteri Bidang Strategis Komunikasi.
Kepada awak media, Meutya mengaku tidak tahu bahwa Rudi Susanto merupakan Rudi Valinka yang merupakan pendengung alias buzzer era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Saya enggak tahu ya. Rudi Sutanto yang saya kenal ya Rudi Sutanto. Jadi saya tidak mau berspekulasi mengenai siapa Rudi Sutanto,” kata Meutya saat ditemui di Istana Kepresidenan usai rapat dengan Presiden Prabowo Subianto, Senin, 13 Januari 2025.
Meutya mengatakan dirinya menerima curriculum vitae Rudi. Ia mengatakan CV Rudi menyebutkan bahwa dia merupakan ahli strategi komunikasi. Komdigi, kata dia, tidak hanya menerima ahli digital, tetapi juga ahli komunikasi.
“Karena expertise di bidang komunikasi. Kan tadi saya sudah jelaskan teman-teman,” ujar Meutya.
Dua narasumber mantan buzzer Presiden Jokowi membenarkan Rudi Sutanto adalah sosok Rudi Valinka. Rudi Valinka memakai akun X dengan nama pengguna @kurawa. Salah seorang narasumber yang pernah berkomunikasi dengan Rudi membenarkan bahwa staf khusus yang diangkat adalah pemilik akun @kurawa.
Tempo berupaya mengkonfirmasi ihwal pengangkatan stafsus dan identitas Rudi Valinka ini ke nomor WhatsApp Rudi Sutanto. Namun, hingga berita ini ditulis Rudi belum merespons.
Pada bio X miliknya, akun @kurawa tercatat bergabung ke Twitter sejak Juni 2009. Pengikutnya hingga 13 Januari 2025 pukul 19.30 WIB tercatat berjumlah sekitar 454 ribu pengikut.
Rudi merupakan sosok pendengung kontroversial. Ia pernah menuduh sejumlah media massa dibayar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk pencitraan.
Tuduhan Rudi Valinka melalui Twitter (kini X) dilontarkan pada Minggu, 5 Januari 2020, sekitar pukul 12.15 WIB. Dia mengunggah empat tangkapan layar berita dari kompas.com, detik.com, liputan6.com, dan kumparan.com.
Tiga media online tersebut memuat berita tentang warga Jakarta meneriaki Anies dengan sebutan gubernur rasa presiden ketika kerja bakti di Kelurahan Makasar, Jakarta Timur, pada hari itu.
Rudi Valinka juga menuduh kompas.com, detik.com, liputan6.com, dan kumparan.com dibayar Anies untuk memberitakan substansi yang menguntungkan Anies di seputar banjir Jakarta pada 1 Januari 2020.
Akun Twitter @kurawa menulis tudingan bahwa Anies telah membayar media tersebut dengan uang ratusan juta. “Diketawain sama orang advertising media neh, Gabener briefing beritanya serupa gini : Jorok banget caranya guyur ratusan juta beli berita di semua media online kagak mutu gini,” seperti dikutip dari cuitan @kurawa.
Ketiga media tadi membantah tuduhan Rudi Valinka. Sementara Rudi buru-buru mengancam media-media itu jika menempuh jalur hukum. Dia mengklaim bahwa netizen akan membantu dia menyerang media yang mengadukannya ke polisi dengan gerakan uninstall atau blok situs berita.
“Media-media yang bersikeras mau gunakan jalur hukum pada lupa dengan kekuatan netizen di kasus sebelumnya: kalau sudah ada gerakan uninstall/blok ramai-ramai, gerakan kasih bintang 1 di playstore. Ruginya tentu gak terhitung. Gue gak anjurkan tapi ingat solidaritas gak bisa gue bendung,” cuit @kurawa hari ini, Senin, 6 Januari 2020.
Perselisihan Rudi dengan media massa turut memancing reaksi Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate saat itu. Johnny meminta pendengung bijak menggunakan media sosial, terlebih pada saat bencana alam menimpa masyarakat seperti saat ini.
“Orang lagi bencana, gunakanlah Twitter, sosial media, FB (Facebook) atau apapun itu dengan cara cerdas dan baik,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 6 Januari 2020.
Akun @kurawa kerap membela Ahok ketika menjadi Gubernur DKI dulu, termasuk juga rajin menyoroti pemberitaan Tempo yang mengkritik kebijakan Ahok ketika menjabat. @kurawa juga disebut Ahokers, istilah pendukung bekas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pada 2016, Rudi Valinka alias @kurawa menulis buku berjudul “A Man Called Ahok”, yang kemudian ceritanya diangkat di layar film. Ketika itu, Rudi menjelaskan alasan menulis buku tersebut adalah bertabayun atau mengkonfirmasi kehidupan Ahok yang saat itu terjerat hukum atas kasus penistaan agama.