Penulis: Hanny N
PEKAN kedua Januari 2025, hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi terus mendominasi sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi cuaca ini menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir dan tanah longsor.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).
Banjir menjadi musibah yang rutin melanda berbagai wilayah setiap tahun. Sayangnya, upaya antisipasi dan mitigasi banjir yang dilakukan pemerintah sering kali masih jauh dari memadai. Ketidakmampuan pemerintah dalam menangani bencana ini menunjukkan kelemahan yang serius dan membahayakan nyawa masyarakat.
Mitigasi yang lemah ini merupakan cerminan bahwa negara tidak berfungsi sebagai pelindung rakyat (raa’in). Dalam sistem kapitalisme yang berlaku, negara lebih berperan sebagai regulator dan fasilitator yang cenderung melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga mengabaikan kesejahteraan rakyat.
Bencana banjir yang terus terjadi juga disebabkan oleh pembangunan ala kapitalisme. Dalam sistem ini, oligarki diberikan kebebasan untuk mengubah lahan serapan air menjadi area bisnis, tanpa memperhatikan dampak terhadap keselamatan rakyat dan kerusakan lingkungan. Fokus utama mereka adalah mengejar pertumbuhan ekonomi, bukan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu contohnya adalah pernyataan Presiden yang menyebutkan bahwa pembukaan lahan sawit (deforestasi) tidak membahayakan. Pernyataan ini sering dijadikan alasan untuk terus melakukan deforestasi, meskipun para ahli sudah berkali-kali memperingatkan bahwa deforestasi dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk bencana alam seperti banjir.
Dalam pandangan Islam, negara memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari segala bentuk kemudaratan, termasuk bencana alam. Negara yang menerapkan sistem Islam akan melakukan perencanaan yang matang dalam membangun kota dan desa, dengan orientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. Perencanaan ini mencakup pembangunan kota yang berbasis mitigasi bencana, sehingga dapat meminimalkan risiko bencana dan melindungi masyarakat.
Islam telah memberikan pedoman yang jelas dalam hal konservasi lingkungan. Negara wajib melarang tindakan yang merusak ekosistem, seperti perburuan binatang yang berlebihan dan perusakan tanaman. Dengan menjaga ekosistem, keseimbangan alam tetap terjaga, dan risiko bencana dapat diminimalisir.
Selain itu, Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai dengan potensi bencana berdasarkan letak geografisnya. Dengan demikian, tata ruang yang dibangun akan berbasis mitigasi bencana, sehingga lebih aman bagi manusia dan lingkungan.
Negara Islam akan memastikan bahwa semua tindakan pembangunan didasarkan pada prinsip-prinsip yang mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan adanya perencanaan yang matang dan berbasis mitigasi, risiko bencana seperti banjir dapat diminimalisir, dan masyarakat dapat hidup dengan lebih aman dan nyaman.
Dalam Islam, penguasa memiliki peran sebagai raa’in (pelindung) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Artinya, penguasa bertanggung jawab penuh untuk melindungi rakyat dari segala bentuk bahaya, termasuk bencana alam. Dalam menghadapi bencana, negara akan mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan keselamatan rakyat, mulai dari perencanaan tata ruang yang aman, pembangunan infrastruktur yang tahan bencana, hingga edukasi masyarakat tentang langkah-langkah mitigasi bencana.
Misalnya, dalam menghadapi potensi banjir, negara akan memastikan bahwa sistem drainase berfungsi dengan baik, membangun tanggul dan waduk untuk mengontrol aliran air, serta menjaga kawasan resapan air agar tidak beralih fungsi menjadi area bisnis. Negara juga akan melakukan reboisasi dan konservasi hutan untuk mencegah erosi dan memperbaiki daya serap tanah terhadap air hujan.