Dampak Paradigma Pendidikan Sekular terhadap Validitas Ijazah Mahasiswa
Penulis: Hanny N.
SEKOLAH Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung baru-baru ini membatalkan kelulusan 233 orang mahasiswanya periode 2018-2023. Kampus swasta itu juga kini masih berusaha menarik kembali ijazah yang telah diberikan kepada para alumninya. “Boleh dikatakan saya sebagai pimpinan, di luar dugaan lah kejadian ini,” kata Ketua Stikom Bandung Dedy Djamaluddin Malik kepada Tempo, Rabu, 8 Januari 2025.
Kasus penarikan ijazah mahasiswa Stikom menambah panjang daftar buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Terlepas dari siapa yang benar dan salah, yang pasti kasus seperti ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikannya benar. Faktanya, sistem pendidikan yang berlaku adalah sistem pendidikan sekuler yang merupakan salah satu subsistem dari sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini. Sistem ini tidak mengenal halal haram.
Dalam sistem ini, pendidikan rentan dikapitalisasi, dijadikan komoditas, dan hanya berorientasi pada keuntungan materi. Di pihak lain, negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator yang mengatur berdasarkan prinsip kemaslahatan subjektif. Dampaknya, muncul peluang penyelewengan di semua unsur dan level (negara, penyelenggara pendidikan, pelaku pendidikan, dan objek pendidikan).
Pendidikan dalam sistem kapitalisme menjadi alat untuk mencetak tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar, bukan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa secara holistik. Institusi pendidikan berlomba-lomba menarik minat calon mahasiswa dengan berbagai cara, termasuk janji-janji yang tak jarang berujung pada kekecewaan. Ketika pendidikan menjadi komoditas, kualitas pendidikan pun seringkali dikorbankan demi meraih keuntungan finansial yang maksimal. Hal ini diperparah dengan minimnya pengawasan dari negara yang hanya berperan sebagai fasilitator, bukan pengurus kebutuhan rakyat.
Kasus penarikan ijazah mahasiswa Stikom mencerminkan kegagalan sistemik yang ada dalam paradigma pendidikan sekuler. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak setiap individu dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab, malah menjadi ajang mencari keuntungan. Dalam kondisi seperti ini, mahasiswa bukan lagi dipandang sebagai individu yang harus dididik dan dibimbing, tetapi sebagai konsumen yang harus dipuaskan demi keuntungan lembaga pendidikan.
Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda mengenai pendidikan. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah kebutuhan pokok yang harus ditanggung oleh negara. Negara wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas dan dapat diakses oleh seluruh rakyat tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Pendidikan tidak boleh menjadi komoditas yang diperjualbelikan, tetapi harus menjadi sarana untuk membentuk generasi yang beriman, berilmu, dan bertakwa.
Negara Islam memiliki sumber dana yang beragam dan banyak untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan. Dana ini berasal dari baitul mal yang dikelola dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, pendidikan dapat diselenggarakan secara gratis dan berkualitas untuk semua lapisan masyarakat. Tidak ada diskriminasi dalam akses pendidikan, sehingga setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Islam menjadikan kehidupan berasas akidah Islam, termasuk dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Semua urusan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Oleh karena itu, semua sesuai dengan aturan Allah, sesuai standar halal dan haram. Dalam sistem pendidikan Islam, tujuan utama pendidikan adalah membentuk individu yang berkarakter mulia dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat. Semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengajar, pengelola institusi pendidikan, hingga pemerintah, akan taat pada aturan Allah dan berusaha menjalankan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab.
Negara dalam Islam akan menjamin dan mengawasi agar semua proses pendidikan berjalan sesuai dengan syariat Allah. Setiap institusi pendidikan harus menjaga kualitas dan kredibilitasnya, sehingga dapat mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak yang mulia. Dengan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, tidak akan ada lagi kasus seperti penarikan ijazah yang merugikan mahasiswa, karena setiap kebijakan diambil dengan penuh tanggung jawab dan berdasarkan prinsip keadilan.