Oligarki rakus ini adalah salah satu kelompok kontra revolusioner. Mereka tidak mau berubah. Mereka terus menerus ingin mengendalikan republik. Namun, disamping kaum oligarki, banyak lagi kelompok – kelompok kepentingan yang akan membenci Prabowo Subianto. Baik dari kalangan luar rezim, maupun dari dalam. Untuk kekuatan dari dalam ini, tentu terjadi karena Prabowo ternyata tidak sesuai harapan mereka semula maupun karena mereka kehilangan zona nyaman untuk korupsi.
Hal terakhir yang jadi persoalan adalah belum adanya “barisan ideologis” Prabowo. Kebijakan Prabowo selama ini belum mampu diterjemahkan kepada masyarakat secara tepat.
Barisan ideologis diperlukan untuk memperkuat penerimaan pikiran dan mimpi Prabowo dikalangan cendikiawan, mahasiswa dan kelas menengah lainnya. Althusser misalnya membagi dua, antara Reppresive State Apparatuses dan Ideological State Apparatuses. Prabowo harus memperkuat kedua unsur state itu agar mampu menjadi barisan ideologis.
Mahasiswa misalnya, perlu diajak dialog berbasis ilmu dan fakta. Sebagaimana kata filsup Rocky Gerung ketika di daulat mahasiswa demo untuk berbicara di Samarinda dua hari lalu, Rocky mengatakan mengkritiklah mahasiswa dengan berbasis sains. Artinya, barisan ideologis Prabowo menjelaskan secara keilmuan di kampus-kampus, bagaimana revolusionernya berbagai kebijakan Prabowo dan kenapa beberapa hal soal Jokowi dapat dijelaskan.
Fenomena demonstrasi mahasiswa ini menjadi renungan bagi kita semua. Mahasiswa dalam gerakannya adalah gerakan moral. Namun, kaum kontra revolusioner bisa saja mencari peluang dari gerakan mahasiswa tersebut untuk menjatuhkan Prabowo. Untuk itu kaum revolusioner harus bersekutu dengan Prabowo Subianto dan Prabowo Subianto harus bersekutu dengan kekuatan rakyat.
Jika ini terjadi dengan baik, maka “Indonesia Gelap” akan segera bersinar kembali. Bersama Prabowo akan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”. rmol news logo article
**). Penulis adalah Direktur Sabang Merauke Circle
Sumber: Media