BANDA ACEH – Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha)–kini Kopassus, menurunkan Tim Nanggala-LII untuk penugasan dalam Operasi Timor Timur–kini Timor Leste pada 9 Januari 1983.Dilansir dari Instagram Penkopassus, Kamis, 20 Februari 2025, tim yang berjumlah 159 personel itu dipimpin oleh Mayor Inf Gatot Purwanto dan wakilnya Kapten Inf Poniman Dasuki.
Dalam misi tersebut, Pratu Suparlan tergabung dalam unit gabungan berjumlah sembilan personel, terdiri dari lima anggota Kopassandha dan empat anggota Kelompok Sera. Mereka ditugaskan mengawasi zona Z (KV 34-34/Komplek Liasidi).
Dalam penugasan tersebut, Pratu Suparlan dan teman-temannya menemukan markas besar Falintil–sayap militer dari partai Politik Fretilin, yang berisi 300 milisi bersenjata lengkap.
Tim awalnya berencana melakukan penyergapan, namun setelah melumpuhkan penjaga pos. Dengan jumlah yang tak seimbang, mereka dikepung musuh dari berbagai penjuru, termasuk dari dataran tinggi.
Dalam pertempuran sengit itu, seorang prajurit bernama Pratu Tamsil terluka, sementara empat anggota tim gugur dihujani peluru. Sisa tim, yang hanya empat orang terus menjauh dari kejaran musuh hingga tersudut di pinggir jurang.
Satu-satunya jalan untuk lolos dari kepungan musuh berada di celah bukit. Mereka diperintahkan cepat menuju lokasi tersebut sebelum musuh menutupnya. Namun, Pratu Suparlan tidak menuruti perintah tersebut.
“Saya akan menghambat mereka komandan,” ucap Pratu Suparlan dengan penuh berani.
Setelah itu, Suparlan membuang senjata M-16 miliknya karena amunisinya habis, Ia kemudian mengambil senapan mesin milik temannya yang terluka. Seorang diri, Suparlan berlari ke arah datangnya musuh dan menyerang mereka.
Sontak, Suparlan menjadi sasaran tembakan bertubi-tubi. Meski jatuh bangun, ia tetap melawan dengan gigih. Tubuhnya berlumuran darah akibat hantaman proyektil. Saat peluru habis, ia mencabut dua granat dari sakunya, berteriak “Allahu Akbar!” lalu berlari ke arah musuh dan melemparkan granat ke tengah-tengah pasukan Falintil.