Penulis: Hanny N.**
PRESIDEN Prabowo Subianto, memastikan akan ada penurunan tarif tol saat arus mudik dan balik Lebaran tahun 2025. Aktivitas masyarakat yang mudik Idul Fitri dan berlanjut arus balik, lazimnya akan ramai.
Setiap menjelang musim mudik, pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan yang seolah berpihak pada rakyat. Salah satu contohnya adalah penurunan harga tiket transportasi dan tarif tol selama periode Lebaran. Kebijakan ini tentu saja disambut baik oleh masyarakat, terutama mereka yang ingin pulang ke kampung halaman. Namun, jika ditelaah lebih dalam, kebijakan ini hanyalah solusi sementara yang tidak menyentuh akar persoalan utama: mahalnya biaya transportasi di Indonesia.
Kebijakan ini adalah bentuk populisme musiman—sesuatu yang dilakukan untuk menarik simpati rakyat dalam waktu tertentu, tetapi tidak benar-benar menyelesaikan masalah yang ada. Jika pemerintah memang serius ingin memberikan kemudahan bagi rakyat dalam hal transportasi, seharusnya tarif murah diberlakukan setiap saat, bukan hanya di musim tertentu.
Akar Masalah: Transportasi Dikuasai Swasta
Salah satu penyebab utama mahalnya biaya transportasi di Indonesia adalah karena pengelolaannya yang telah diserahkan kepada pihak swasta. Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, sektor transportasi dianggap sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Negara hanya bertindak sebagai regulator, bukan sebagai penyedia layanan transportasi yang bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyat.
Akibatnya, harga tiket dan tarif tol sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar. Pihak swasta yang mengelola infrastruktur transportasi tentu akan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Ketika permintaan tinggi—seperti saat musim mudik—harga bisa melonjak drastis. Pemerintah tidak memiliki kontrol penuh untuk menekan harga agar tetap terjangkau bagi masyarakat.
Bahkan, dalam kondisi normal di luar musim mudik, tarif transportasi tetap tinggi dan sering kali tidak sebanding dengan kualitas layanan yang diberikan. Banyak masyarakat mengeluhkan harga tiket pesawat yang mahal, tarif tol yang terus naik, serta layanan transportasi umum yang tidak nyaman. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan populis seperti penurunan harga tiket sementara hanyalah pemanis di tahun politik dan bukan solusi nyata bagi rakyat.
Kapitalisme: Negara Hanya Berpihak pada Korporat
Dalam sistem kapitalisme, negara lebih banyak berpihak kepada kepentingan korporasi daripada kepentingan rakyat. Negara membiarkan pihak swasta menguasai sektor transportasi dan mengambil keuntungan dari kebutuhan dasar masyarakat.
Sebagai contoh, jalan tol yang seharusnya menjadi fasilitas umum justru dijadikan ladang bisnis bagi investor. Pengguna jalan dipaksa membayar tarif yang terus meningkat, sementara negara hanya berperan sebagai fasilitator kebijakan yang menguntungkan pengusaha. Begitu pula dengan moda transportasi umum seperti kereta api, pesawat, dan kapal laut yang sebagian besar dikelola dengan prinsip bisnis, bukan pelayanan publik.
Kondisi ini semakin memperjelas bahwa dalam sistem kapitalisme, kebijakan yang diambil oleh negara lebih menguntungkan pihak tertentu daripada rakyat secara luas. Pemerintah hanya memberikan solusi instan untuk mengurangi kritik, tetapi tidak pernah benar-benar berusaha mengatasi masalah secara permanen.
Solusi Islam: Transportasi Murah dan Berkualitas untuk Semua
Dalam Islam, negara bukan sekadar regulator, tetapi pengurus rakyat (raa’in) yang bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan masyarakat. Islam memandang bahwa transportasi adalah kebutuhan publik yang tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta untuk dikomersialisasi.
Dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan sarana transportasi yang murah, aman, nyaman, dan dapat diakses oleh seluruh rakyat tanpa diskriminasi ekonomi. Hal ini bisa diwujudkan melalui beberapa mekanisme:
1. Pengelolaan Transportasi oleh Negara
Negara bertanggung jawab langsung dalam menyediakan dan mengelola sarana transportasi, baik itu jalan, kereta api, pelabuhan, maupun bandara. Transportasi tidak boleh diswastakan karena merupakan bagian dari kepentingan umum yang harus dijamin oleh negara.
2. Sumber Pendanaan dari Baitulmal
Islam memiliki sistem keuangan yang unik melalui baitulmal (kas negara). Sumber pendapatan negara berasal dari zakat, kharaj (pajak tanah), fai, jizyah, dan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah. Dana ini digunakan untuk membangun dan merawat infrastruktur transportasi sehingga rakyat tidak perlu menanggung biaya mahal seperti dalam sistem kapitalisme.
3. Melarang Negara Mengomersialisasi Hajat Hidup Rakyat
Islam melarang negara untuk menyerahkan sektor vital kepada swasta atau menjadikannya sebagai sumber bisnis. Dalam kitab Nidzom Iqtishody karya Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, disebutkan bahwa negara wajib menyediakan pelayanan transportasi yang memadai tanpa membebani rakyat dengan tarif tinggi.
4. Transportasi Gratis atau dengan Tarif Sangat Terjangkau
Dalam sejarah peradaban Islam, banyak infrastruktur transportasi yang disediakan oleh negara secara gratis atau dengan tarif sangat murah. Negara tidak mencari keuntungan dari sektor ini, tetapi memastikan bahwa rakyat dapat bergerak dengan mudah dan cepat untuk menjalankan aktivitas ekonomi maupun sosial mereka.
Kesimpulan: Perubahan Sistem adalah Solusi Nyata
Penurunan harga tiket dan tarif tol di musim mudik hanyalah solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan akar masalah. Selama transportasi masih dikelola dengan prinsip kapitalisme, rakyat akan terus menjadi korban dari kebijakan yang menguntungkan segelintir pihak.
Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif dengan menjadikan negara sebagai pelayan rakyat yang bertanggung jawab atas sektor transportasi. Dengan sistem keuangan yang kuat dan prinsip kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat, Islam mampu menghadirkan transportasi yang murah, berkualitas, dan berkelanjutan—bukan hanya di bulan Ramadan, tetapi sepanjang tahun.
Jika kita ingin melihat perubahan yang nyata dalam sistem transportasi dan sektor publik lainnya, maka bukan sekadar kebijakan populis yang kita butuhkan, melainkan perubahan sistem yang mendasar. Kapitalisme telah terbukti gagal dalam menjamin kesejahteraan rakyat, saatnya kita mempertimbangkan solusi dari Islam yang telah terbukti membawa kemakmuran di masa lalu.
Jika tidak ada perubahan sistem, maka tahun depan, kita akan kembali melihat skenario yang sama: harga tiket turun sementara, rakyat bersorak senang, tetapi setelah itu, biaya transportasi kembali mahal. Sampai kapan kita mau terus terjebak dalam kebijakan populis semu seperti ini?
Wallahu’alam bish shawab