BANDA ACEH – Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengomentari proses pembahasan revisi Undang-Undang TNI digelar secara tertutup di Hotel Fairmont Jakarta pada akhir pekan ini.
Ia menilai rapat yang dilakukan DPR dan pemerintah tersebut buat masyarakat jengkel.
Hal itu lantaran bertentangan dengan semangat efisiensi yang dikampanyekan Presiden Prabowo.
“Jadi kalau hak publik itu efisiensi. Kalau hak pejabat tetap aja boros begitu. Khususnya hak dari DPR untuk mendapatkan fasilitas istimewa. Dan hak yang seperti itu nggak dicegah oleh Presiden,” kata Ray, Minggu (16/3/2025).
Ia menegaskan hal itu jelas membuat masyarakat jengkel.
“Kalau untuk urusan rakyat efisiensi, urusan transfer daerah efisiensi. Sehingga daerah-daerah sekarang mulai banyak mencari akal bagimana mencari uang pembangunan,” kata Ray.
Tapi, lanjutnya kalau urusan anggota DPR selalu pelayanannya kelas satu. Sama sekali tidak dikurangi.
“Minta hotel, hotel paling mewah di Jakarta untuk rapat. Rapatnya juga nggak penting-penting sekali karena mereka sudah setuju semua,” tandasnya.
Diketahui Rapat Panja membahas RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, selama dua hari sudah selesai dilakukan. Namun, baik dari pimpinan Komisi I DPR dan pihak pemerintah, tak ada yang memberikan keterangan.
Pantauan di lokasi, rapat RUU TNI selesai pada pukul 22.30 WIB. Sejumlah pejabat yang meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan antara lain Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto hingga Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI lainnya, Dave Laksono dan Ahmad Heryawan, tampak tidak terlihat keluar ruangan rapat saat para peserta rapat membubarkan diri.
Utut yang keluar melalui pintu depan, ditanya awak media soal kesimpulan rapat panja. Namun, Utut tidak mau bicara soal kesimpulan rapat Panja RUU TNI tersebut.
“Yang lain saja, jangan saya terus,” kata Utut kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).
Utut terus ditanya soal hasil rapat Panja selama dua hari tersebut.
Namun, Politisi PDIP tersebut terus berjalan dan tidak menggubris pertanyaan wartawan soal kesimpulan rapat.
Dalam pernyataan kepada wartawan di sela-sela rapat, Utut dan TB Hasanuddin sempat memberikan keterangan kepada media soal jalannya rapat tersebut.
Beberapa poin di antaranya yakni terkait isi RUU TNI, hingga polemik rapat RUU TNI yang digelar pada hari libur di Hotel Fairmont.
Utut menilai bahwa kritik tersebut adalah pendapat publik. Dia pun membandingkan rapat lainnya para legislator Senayan yang dilaksanakan di hotel mewah.
“Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?” kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont.
Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.
Dia hanya mengatakan bahwa rapat panja ini juga sebagai rapat konsinyering,
“Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya,” tandasnya.
Sementara TB Hasanuddin menjelaskan isi dalam lanjutan rapat panja membahas RUU TNI. Ada pembahasan mencakup operasi militer selain perang.
“Jadi dari 14 berubah menjadi 17. Tadi panjang lebar dan sebagainya, dan kemudian disepakati 17 itu dengan narasi-narasi yang diubah,” kata TB Hasanuddin kepada wartawan.
Dari ke-17 operasi militer selain peran, TB Hasanuddin mengatakan TNI punya kewajiban di antaranya untuk membantu di dalam urusan pertahanan siber yang ada di pemerintah.
“Kemudian yang kedua mengatasi masalah narkoba. Dan kemudian yang lain-lainnya, jadi ada tiga,” kata dia.
Saat ditanya soal kewenangan TNI mengatasi narkoba, Politisi PDIP itu mengatakan hal tersebut bakal diatur dalam Perpres.
“Yang mana perbantuannya yang dilakukan oleh TNI, perbantuan kepada pemerintah, dan kemudian di mana ranah hukumnya dan lain sebagainya. Tapi yang jelas TNI tidak ikut dalam penegakan hukumnya,” kata dia.
Soal implementasinya pun, TB belum mau menjelaskan secara detail
“Implementasinya nanti saja, karena saya bukan pemerintah. Saya hanya membentuk undang-undang dengan yang lain,” tandasnya.