Trump Menyerbu Gaza, Penguasa Muslim Tutup Mata
OPINI
OPINI

Trump Menyerbu Gaza, Penguasa Muslim Tutup Mata

Penulis: Hanny N.

SETELAH dibombardir Israel habis-habisan, warga Gaza kini hidup dalam penderitaan. Meski sudah hancur lebur, Israel kini melarang bantuan kemanusiaan masuk wilayah sana.

Warga hidup dalam derita. Mereka tak punya rumah permanen, hidup dinaungi atap sisa puing bangunan yang dibombardir zionis.

Dunia kembali dikejutkan dengan manuver politik Donald Trump terkait Gaza. Dalam berbagai pernyataannya, Trump seolah memberikan harapan bahwa Mesir dan Yordania akan berperan dalam membangun kembali Gaza. Namun, realitasnya justru bertolak belakang. Ketika Mesir mengajukan proposal rekonstruksi Gaza, Trump menolaknya mentah-mentah. Ini menunjukkan bahwa sejak awal, Trump memiliki agenda terselubung yang tidak lain adalah memastikan Gaza tetap dalam kendali Zionis Yahudi. Sikapnya yang berubah-ubah bukanlah tanda inkonsistensi, melainkan strategi licik yang secara konsisten mengarah pada satu tujuan: memberikan Gaza kepada Israel.

Lebih menyakitkan lagi, ambisi Trump ini didukung oleh pengkhianatan para pemimpin Muslim di kawasan. Pemimpin negara-negara Arab, termasuk Mesir dan Yordania, dengan terang-terangan berpihak pada kepentingan AS dan Israel. Mereka berpura-pura peduli terhadap penderitaan rakyat Palestina, namun di balik layar, mereka justru memuluskan rencana Trump. Tidak heran jika Trump begitu percaya diri dalam setiap ucapannya, bahkan dalam beberapa kesempatan, ia dengan angkuh mengancam mujahidin dan kelompok perlawanan Palestina, seolah dirinya adalah penguasa tunggal yang menentukan nasib wilayah tersebut.

Pengkhianatan para pemimpin Muslim ini bukanlah hal baru. Sejak awal konflik Palestina, negeri-negeri Muslim yang seharusnya menjadi benteng pertahanan bagi saudara seiman justru memilih diam atau bahkan bersekongkol dengan penjajah. Mereka lebih mengutamakan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan Israel ketimbang membela hak-hak rakyat Palestina. Sebagai contoh, normalisasi hubungan beberapa negara Arab dengan Israel melalui Kesepakatan Abraham (Abraham Accords) menjadi bukti nyata bahwa solidaritas terhadap Palestina hanya sebatas retorika belaka. Tidak ada langkah konkret yang diambil untuk menghentikan agresi Zionis atau membebaskan Al-Quds dari cengkeraman penjajah.

Dengan kondisi seperti ini, jelas bahwa solusi bagi Palestina tidak bisa diharapkan dari pemimpin negeri-negeri Muslim saat ini. Mereka telah terbukti gagal dalam melindungi kehormatan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, solusi tuntas atas penjajahan Palestina tidak lain adalah melalui jihad dan tegaknya Khilafah. Hanya dengan jihad, pasukan Muslim dapat dikerahkan untuk membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman Zionis. Hanya dengan Khilafah, seluruh sumber daya umat Islam dapat disatukan dan dikerahkan demi membebaskan negeri-negeri yang terjajah.

Namun, mewujudkan jihad dan Khilafah bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan sebuah partai politik Islam ideologis yang memiliki visi jelas dalam perjuangan ini. Partai ini harus mampu mencerdaskan umat agar memiliki kesadaran ideologis dalam melihat problem Palestina. Umat harus memahami bahwa persoalan Palestina bukan sekadar konflik wilayah atau perang antar-etnis, melainkan bagian dari konspirasi global untuk melemahkan umat Islam dan menancapkan dominasi Barat di dunia Islam.

Partai politik Islam ideologis ini juga harus mampu mengungkap narasi palsu yang diciptakan Barat dan antek-anteknya. Selama ini, media Barat kerap menggiring opini bahwa perlawanan Palestina adalah bentuk terorisme, sementara penjajahan Israel justru dianggap sebagai upaya mempertahankan diri. Ini adalah propaganda yang harus dihancurkan dengan dakwah dan pencerdasan umat. Umat Islam harus memahami bahwa perjuangan membebaskan Palestina adalah kewajiban syar’i yang tidak boleh diabaikan.

Selain itu, partai politik Islam ini harus memiliki strategi yang jelas dalam memperjuangkan tegaknya Khilafah. Sistem kapitalisme dan demokrasi telah terbukti gagal dalam membawa kesejahteraan bagi umat. Oleh karena itu, sistem ini harus ditinggalkan dan diganti dengan sistem Islam yang kaffah. Dengan tegaknya Khilafah, umat Islam akan memiliki pemimpin sejati yang tidak tunduk pada tekanan asing dan hanya berpegang teguh pada syariat Islam dalam mengatur negara.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

ADVERTISMENTS