BLANGPIDIE – Para pedagang takjil di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mulai merasakan dampak nyata dari penurunan daya beli masyarakat di bulan suci Ramadhan 2025.
“Meskipun jalan-jalan di Kota Blangpidie di penuhi warga setiap sore, mereka hanya sekadar berjalan-jalan, hanya sedikit dari mereka yang berbelanja,” kata salah seorang pedagang, Zulkifli di Blangpidie, Abdya, Kamis malam (20/3/2025).
Zulkifli menyebutkan bahwa tahun ini suasana jual beli takjil di Kota Blangpidie, Abdya jauh berbeda dibandingkan dengan suasana bulan Ramadhan sebelumnya.
“Banyak pedagang takjil di pinggir Jalan Nasional lintasan Blangpidie tidak lagi berjualan karena dagangan mereka kurang laku. Kalau Ramadhan sebelumnya takjil mereka laris manis, sekarang sepi,” katanya.
Hal ini tidak hanya dirasakan oleh pedagang takjil, tetapi juga pedagang toko. Produk seperti sirup manis, yang biasanya menjadi salah satu komoditas populer selama Ramadhan, kini tidak lagi diminati.
“Kemarin saya bincang dengan pemilik toko di Jalan Haji Ilyas. Katanya, bulan puasa lalu sirup manis 2.000 lusin habis terjual. Sekarang, bahkan 500 lusin saja sulit laku,” keluhnya.
Situasi ekonomi yang lesu ini juga memaksa banyak toko di Kota Blangpidie untuk tutup karena pengusaha tidak mampu lagi membayar sewa.
“Dulu dagangan laris karena ASN memiliki tunjangan kinerja (Tukin) yang membuat mereka punya daya beli lebih. Sekarang, kabarnya tukin dan honorarium non ASN belum cair, makanya pembeli berkurang. Meskipun jalan nasional di Blangpidie terkadang macet dipenuhi warga di sore hari, namun mereka hanya sekadar lewat tanpa belanja,” tambahnya.
Tidak hanya pedagang takjil dan toko. Kondisi ini juga berimbas pada sektor transportasi logistik yang dirasakan pengusaha truk trayek Blangpidie-Medan.
Salah seorang pengusaha truck, Mulyadi mengaku selama bulan Ramadhan ini truk miliknya belum sekalipun berangkat ke Medan karena tidak adanya barang yang perlu diangkut ke sana.
“Barang dari Medan ke Blangpidie juga berkurang drastis, sehingga truk saya harus parkir tanpa aktivitas,” katanya.
Menurut Mulyadi penyebab lain penurunan aktivitas ekonomi ini adalah ketergantungan masyarakat Abdya pada proyek-proyek pemerintah daerah.
“Sebagian besar masyarakat Abdya masih bergantung pada APBK untuk pendapatan harian. Sementara proyek pemerintah daerah belum dimulai, jadi warga tidak punya pekerjaan dan pemasukan. Akibatnya, pasar sepi,” ujarnya.
Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Momentum Ramadhan, yang biasanya menjadi waktu peningkatan aktivitas ekonomi, justru diwarnai dengan keluhan dari para pedagang.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memulihkan daya beli masyarakat, termasuk mempercepat implementasi proyek daerah agar ekonomi masyarakat kembali bergerak.
Kondisi ini juga menjadi pengingat akan perlunya diversifikasi sumber pendapatan masyarakat, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada APBK.
Dengan adanya langkah-langkah strategis, diharapkan ekonomi Abdya dapat pulih dan pedagang bisa kembali merasakan ramainya pembeli di bulan suci Ramadhan.