Korupsi makin menggurita, menyasar BUMN yang semestinya bekerja untuk negara, malah menjadi sapi perah oknum pejabat, partai dan menyenangkan konglomerat. Padahal mayoritas pejabat itu disumpah di bawah Kitab Al-Qur’an saat pelantikan. Di kepala mereka hanya ada keuntungan materi, dan bukan ancaman azab Allah ketika selama menjabat mereka bersikap tak adil kepada rakyat.
Jelas Rasulullah Saw bersabda,”Sungguh manusia yang paling Allah cintai pada Hari Kiamat kelak dan paling dekat kedudukannya dengan Dia adalah seorang pemimpin yang adil. Sungguh manusia yang paling Allah benci dan paling keras mendapatkan azab-Nya adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR at-Tirmidzi).
Sudahlah jelas, mengharap pemimpin yang sungguh-sungguh meriayah rakyatnya adalah hal yang mustahil dalam sistem hari ini, maka kita harus mengembalikan bagaimana Islam menyelesaikan persoalan ini.
Islam Sistem Terbaik Dari Allah SWT
Al Qur’an seharusnya menjadi landasan setiap individu, masyarakat dan negara, namun hari ini justru individu yang berpegang pada Al-Qur’an dan menyerukan untuk kembali kepada Al Qur’an dianggap radikal. Dan terus menerus di hadapkan pada persekusi, monsterisasi dan adu domba.
Pemerintah hari ini pun hanya sebatas lip servis, menyeru pemberdayaan masjid, produktifitas zakat, penetapan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Syariah, dan muamalah berembel-embel syariah dan lainnya. Padahal itu hanya sebagian kecil Islam, aspek ekonominya saja. Sementara Islam meliputi semua aspek. Mengapa tidak sekaligus menerapkan kafah atau keseluruhan, sebagaimana yang Allah perintahkan dalam QS al-Baqarah :208?
Dalam sistem ini, prinsip kedaulatan atau hak membuat hukum di tangan rakyat , justru menjadikan manusia sebagai penentu hukum, berdasar hawa nafsu dan kepentingannya. Dampaknya akan sangat mengerikan sebagaimana hari ini. Bencana alam dan kemanusiaan sekaligus sosial silih berganti.
Alih-alih sejahtera, yang ada setiap kebijakan malah memunculkan perkara baru yang lebih rumit.
Berpegang pada Al-Qur’an sejatinya merupakan konsekuensi keimanan dan harusnya terwujud pada diri setiap muslim. Apalagi jika ingin membangun peradaban manusia yang mulia. Tentu syaratnya, Al-Qur’an harus menjadi asas kehidupan, artinya, segala sesuatu harus dijalankan berdasarkan halal dan haram.
Tak ada opsi ketiga, atau bahkan yang halal diharamkan atau yang haram dihalalkan. Itu sama halnya dengan pengabaian Al Qur’an, sebagaimana hari ini. Sudah bisa dipastikan ketika Al-Qur’an diabaikan meski peringatan nuzulul Qur’an setiap tahun diadakan, bahkan oleh negara tak akan membawa perubahan sedikit pun.
Umat harus menyadari kewajiban berpegang pada Al-Qur’an secara keseluruhan dan memperjuangan untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dalam semua aspek kehidupan. Disinilah kemudian dibutuhkan dakwah kepada umat yang dilakukan oleh jamaah dakwah ideologis untuk membangun kesadaran umat akan kewajiban menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan secara nyata, tidak hanya bagi individu, namun juga oleh masyarakat dan negara.
Jamaah dakwah idiologis inilah yang akan membakar api semangat perubahan yang sahih, dari sekadar hangat hingga rakyat terbakar dan menginginkan secara sadar perubahan itu. Perubahan yang menyeluruh ( revolusioner) sebagaimana Rasulullah Saw mengubah Madinah menjadi jantung peradaban dunia. Wallahualam bissawab.[]