Diteruskannya, sulit diterima nalar bila informasi dari intelkam tidak akurat. Bahkan, terangnya, polisi tidak bisa mengabaikan Denpom dengan dalih khawatir rencana operasinya bocor jika memberitahu Denpom terlebih dahulu.
“Takut bocor jika melibatkan Denpom itu tidak bisa dijadikan dalih, untuk kemudian operasi dilakukan polisi sendiri. Dan justru itu telah mengonfirmasi bahwa sinergitas TNI – Polri selama ini cuma sekedar jargon dan seremonial,” tegas Rukminto.
Menyangkut bab polisi minta bukti jika pelaku penembakan mengaku telah rutin setor (uang) ke Polsek Negara Batin, Bambang Rukminto menilai, permintaan polisi tentang alat bukti harusnya bisa ditunjukkan. Digali lebih dulu di lapangan oleh Polisi Militer, jika telah cukup terkumpul, tunjukkan kepada pihak yang membutuhkannya.
Pengakuan pelaku – tentang uang setoran ke Polsek Negara Batin – kepada penyidik militer, dipandang Bambang Rukminto sebagai hal yang harusnya juga bisa dibuktikan. Katanya, hal itu bisa digali baik melalui saksi-saksi maupun alat bukti lain, termasuk misalnya rekaman CCTV.
“Jadi Kapendam Sriwijaya soal uang setoran (berdasar pengakuan pelaku) itu tentunya bukan asal ngomong. Bisa digali melalui para saksi, alat bukti lain, termasuk rekaman CCTV,” cetus Bambang Rukminto.
Sementara mantan Kepala Badan Intelijen (Kabais), Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, yang dihubungi dengan metode yang sama secara terpisah menegaskan, tindakan polisi yang berani menggerebeg (menangkap) anggota TNI (aktif) secara sendirian tanpa dampingan Polisi Militer, merupakan tindakan coba-coba akan menelanjangi TNI.
Menurut Soleman Ponto, jika polisi menangkap militer aktif itu bisa berjalan mulus tanpa halang rintang (seenaknya sendiri), maka dikemudian hari tidak menutup kemungkinan dia akan mengulangi lagi perbuatan yang sama.
“Menangkap tentara itu sesuatu yang sangat berbahaya. Dia bisa melawan. Tidak boleh polisi dengan begitu mudahnya menangkap tentara. Harus laporan Polisi Militer. Kemudian Pom TNI yang ambil tindakan, bukan polisi. Dan dalam hal perkara hukum, TNI itu objeknya peradilan militer. Jadi yang mengusut PM (bukan TNI diperiksa/ditanya-tanya polisi),” jelas Soleman Ponto kepada jurnalis.