RUU TNI dan bayang-bayang Dwifungsi: Salim Said ungkap risiko kembalinya militer ke politik
NASIONAL
NASIONAL

RUU TNI dan bayang-bayang Dwifungsi: Salim Said ungkap risiko kembalinya militer ke politik

ADVERTISMENTS
Iklan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H dari Bank Aceh Syariah
image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Kenangan akan Dwifungsi di masa Orde Baru kembali mencuat ke publik setelah DPR mengesahkan RUU TNI.

ADVERTISMENTS

Isu kembali militer ke urusan sipil telah disuarakan beberapa kali oleh Salim Said di beberapa kesempatan.

Prof. Dr. Salim Said atau Salim Said adalah salah satu akademisi yang turut mengawal reformasi militer di Indonesia, khususnya dalam penghapusan konsep Dwifungsi ABRI.

ADVERTISMENTS

Dalam wawancara 2 tahun yang lalu dengan Fadli Zon, Salim Said mengungkapkan bagaimana transisi peran militer di era reformasi dan tantangan yang dihadapi dalam proses tersebut.

Menurut Salim Said, penghapusan Dwifungsi ABRI adalah langkah besar dalam sejarah militer Indonesia.

ADVERTISMENTS

Salim menekankan bahwa dibandingkan negara lain, seperti Myanmar, reformasi militer di Indonesia berjalan lebih baik karena adanya kesadaran dari dalam tubuh TNI sendiri.

Berita Lainnya:
Viral Link Video Dua Sejoli di Bawah Jembatan Barito Ramai Dicari Netizen, Polisi Turun Tangan

“Kalau kita bandingkan dengan Myanmar, di sana militernya tetap berkuasa karena tidak ada kesadaran untuk berubah,” ujarnya.

Sementara di Indonesia, TNI sendiri yang memutuskan keluar dari Politik,” tambahnya.

Salim Said juga menjelaskan bahwa peran militer dalam politik sudah berlangsung sejak era kolonial.

Pada masa Orde Baru, militer memiliki peran ganda sebagai alat pertahanan dan kekuatan politik.

Namun, setelah reformasi 1998, paradigma itu mulai berubah.

“Sejak tahun 2000, TNI benar-benar keluar dari politik praktis. Ini adalah pencapaian besar dalam demokrasi kita,” kata Salim.

Berita Lainnya:
Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Menyakiti Perasaan Prajurit TNI

Meski demikian, Salim Said mengingatkan bahwa keberhasilan reformasi militer tidak serta-merta menjamin kualitas pemerintahan sipil.

“Kalau politisi sipilnya tidak becus, rakyat bisa saja kembali melihat militer sebagai solusi. Itu yang harus diwaspadai,” ujarnya.

Bagi Salim, demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada militer yang profesional, tetapi juga pada politisi sipil yang kompeten.

Pandangan Salim Said menunjukkan bahwa reformasi Dwifungsi ABRI adalah hasil dari dinamika internal TNI dan tekanan publik.

Namun, Salim Said juga menegaskan bahwa tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa pemerintahan sipil mampu menjalankan demokrasi dengan baik agar tidak ada dorongan bagi militer untuk kembali ke ranah politik.***

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

ADVERTISMENTS