KOTA JANTHO – Ramadhan, khususnya di penghujung bulan suci ini, momen istimewa bagi umat Islam memperbanyak diskusi, kajian, dan refleksi tentang ibadah.
Salah satu tema yang sering menjadi perhatian adalah zakat, rukun Islam yang ketiga. Selain memahami definisi dan tata cara pengamalan nya, kita juga perlu menyadari hakikat ibadah zakat.
Dosen pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Uztaz Dr Mizaj Iskandar Lc LLM menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Jamik Buengcala, Kecamatan Kuta Baro, 28 Maret 2025 bertepatan dengan 28 Ramadhan 1446 H.
Ia menguraikan, zakat selain menggugurkan kewajiban sekaligus merupakan kebutuhan spiritual yang membawa dampak positif bagi kehidupan manusia. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS An-Nur: 56)
“Zakat perintah Allah yang harus ditaati. Seperti halnya shalat yang memiliki dimensi vertikal dalam bentuk kepatuhan kepada Allah Swt, zakat memiliki dua dimensi ibadah, yaitu vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal bentuk kepatuhan kepada Allah, sedangkan dimensi horizontalnya terwujud dalam kepedulian terhadap sesama, karena di dalam harta kita terdapat hak-hak orang lain,” urainya.
Oleh karena itu, kata Ustaz Mizaj, zakat bukan sekadar memberikan sebagian harta, tetapi juga harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, termasuk besaran dan cara penyalurannya. Inilah yang menjadikan zakat masuk dalam kategori ibadah maliyyah (ibadah harta).
Ketua Yayasan Wakaf Baitul Asyi ini menjelaskan, dalam Ihya ‘Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan tiga hakikat zakat yang perlu kita renungkan, pertama, wujud totalitas cinta kepada Allah. Zakat ekspresi kecintaan kita kepada Allah Swt. Orang yang benar-benar mencintai Allah akan memiliki komitmen tidak menduakan-Nya. Dalam konteks tauhid, zakat bukti keimanan yang tulus dan penguatan keyakinan bahwa hanya Allah yang layak disembah.
Allah Swt berfirman: “Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS Al-Ikhlas: 1-4)
“Semakin tinggi derajat seseorang di sisi Allah, semakin besar pula rasa cintanya kepada-Nya. Orang yang mencintai Allah akan rela mengorbankan sesuatu yang dicintainya, termasuk harta, demi mendekatkan diri kepada-Nya,” ujarnya.
Kedua, menyucikan diri dari sifat kikir. Hakikat zakat sebagai sarana penyucian diri dari sifat buruk, terutama kikir atau pelit. Imam Al-Ghazali menjelaskan, kecintaan berlebihan terhadap harta dapat diatasi dengan membiasakan diri berbagi, hingga akhirnya memberi menjadi kebiasaan yang menenangkan jiwa.
Allah Swt berfirman: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai; pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)
“Dengan kata lain, zakat tidak akan mengurangi harta, justru akan semakin memberkahi kehidupan kita,” tegas Ustaz Mizaj.
Ketiga, zakat bentuk syukur atas nikmat Allah. Dalam hal ini, zakat merupakan wujud syukur atas nikmat yang Allah berikan. Allah telah memberikan kita berbagai kenikmatan, baik berupa kesehatan maupun harta benda. Jika kesehatan disyukuri dengan ibadah fisik seperti shalat dan puasa, maka harta disyukuri dengan ibadah maliyyah seperti zakat, infak, dan sedekah.
Imam Al-Ghazali juga menekankan, zakat bentuk kepedulian dan kasih sayang terhadap sesama muslim, khususnya mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR Thabrani)
Ustaz Mizaj menegaskan, dari tiga hakikat zakat ini, kita belajar bahwa ibadah ini merupakan kewajiban, sekaligus memiliki nilai luhur yang perlu kita resapi. Ketika kita menunaikan zakat dengan penuh kesadaran, kita akan merasakan manisnya ibadah. Dengan begitu, kita tidak hanya menggugurkan kewajiban, tetapi juga semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.