Ayat (3) Komposisi kuota pengawas eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dan ditetapkan dalam rapat pembahasan BPIH antara DPR RI dan Pemerintah.
Pasal 27 ayat (1) Pengawas Penyelenggaraan Ibadah Haji terdiri atas: a. pengawas internal dan b. pengawas eksternal.
Ayat (2) Pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh aparat pengawas internal pemerintah. Ayat (3) Pengawas eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh DPR RI, DPD, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Ayat (4) Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyampaikan laporan hasil pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji kepada DPR RI.
Ayat (5) Biaya pengawas sebagaimana pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kemampuan keuangan negara dalam menimbang UU No.8 Tahun 2019, Presiden RI dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang sudah tidak sesuai dengan dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat, sehingga perlu diganti.
Kini Penyelenggaraan Haji tahun 2024 masuk agenda Pansus Hak Angket DPR RI yang sudah disetujui, yang maknanya ada pelanggaran berat dan melanggar UU di dalamnya.
Pertanyaannya, mengapa Pansus terjadi saat Fungsi Pengawasan beralih dari KPHI (2013-2019) kepada era 2020-2024 dimana DPR RI, DPD RI dan BPK serta Inspektorat Jenderal di kedepankan melakukan Pengawasan justru terjadi Penyimpangan Berat dan Pelanggaran Undang-Undang?
“Siapa yang pantas di Pansus? Kita tunggu dagelan ini, mau ditendang kemana,” demikian Abidinsyah Siregar.