Ekonomi Melemah, Pengamat Nilai Dampak Kebijakan Jokowi dan Prabowo
EKONOMIFINANSIAL

Ekonomi Melemah, Pengamat Nilai Dampak Kebijakan Jokowi dan Prabowo

ADVERTISMENTS
Iklan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H dari Bank Aceh Syariah
image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Pengamat ekonomi Politik Universitas Airlangga, Ichsanuddin Noorsy menilai perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja pada era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

ADVERTISMENTS

Menurutnya, daya beli masyarakat yang terus menurun juga jumlah pemudik yang ikut turun jumlahnya dibanding tahun sebelumnya mengindikasikan perekonomian Indonesia terus melemah. “Ini akumulasi kebijakan Joko Widodo dan Prabowo Subianto,” kata Noorsy, Rabu, 2 April 2025.

Noorsy mengatakan ada tujuh indikator situasi perekonomian di Tanah Air melemah dan pertumbuhannya tertahan melamban. Pertama, menurunnya jumlah kelas menengah hingga 9,7 juta jiwa.

ADVERTISMENTS

Kedua, adanya deindustrialiasi yang terus menerus terjadi sejak era reformasi. Alhasil, kata dia, kontribusi sektor industri untuk kemajuan ekonomi cenderung kalah dibanding era Orde Baru. “Dampaknya adalah PHK yang terus terjadi sejak 2020,” katanya.

“Inflasi rendah yang menunjukkan pemusatan kekuatan ekonomi dan tidak memberi dampak terbukanya lapangan kerja. Hal ini diikuti dengan melemahnya daya beli yang berlangsung secara lamban sejak kesalahan kebijakan ekonomi 2015,” katanya.

ADVERTISMENTS

Kemudian, nilai tukar yang terus menerus melemah sejak rezim BJ Habibie. Pelemahan ini membuktikan fundamental makro ekonomi rapuh dan margin perekonomian nasional dihisap keluar.

Berita Lainnya:
Prabowo Singgung Xi Jinping: Hubungan Indonesia - China Saling Menguntungkan

Ditambah, kata dia, terjadinya persaingan tidak sehat antara bunga Surat Berharga Negara (SBN) dengan surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (SBI) dan bunga deposito. SBN merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan pemerintah untuk membiayai anggaran negara. Sementara SBI adalah surat berharga yang dikeluarkan BI untuk mengendalikan suplai uang di pasar.

Pada era sekarang ini, ucap Noorsy, sistem perbankan dikatakan sehat ketika tidak memberikan dampak pemerataan. Artinya, ketimpangan akan semakin melebar dan hal ini bisa menjadi bahaya jika pemerintah tak beranjak untuk memperbaiki keadaan perekonomian yang terus anjlok.

“Terakhir, rendahnya Purchasing Manager Index sebagai bukti perekonomian Indonesia tidak prospektif tumbuh menjanjikan. Ini diikuti dengan jatuhnya IHSG,” ucap dia.

“Turunnya jumlah pemudik sekitar 24,7 persen itu dampak dari tujuh hal di atas, termasuk ambruknya daya beli,” tambahnya.

Di sisi lain, kata dia, relokasi anggaran 2025 juga ikut berdampak pada keringnya likuiditas di pasar sehingga Indonesia mengalami deflasi. Menurutnya, pemerintah gagal mengendalikan stabilitas harga.

Berita Lainnya:
Dapet cuan Rp6 M sehari, Jusuf Hamka si Bos Jalan Tol Kepergok Bagi-Bagi THR cuma Rp10 Ribu

“Dampaknya pola konsumsi selama bulan Ramadhan mengakibatkan meningkatnya biaya hidup baik karena kenaikan PPN 12 persen maupun karena perilaku pasar,” ujarnya.

Hal tersebut, ucap dia, disebabkan model ekonomi yang dirancang bangun pemerintah berbasis mekanisme pasar bebas nyaris di semua sektor ekonomi, termasuk sektor hajat hidup orang banyak. Walhasil, keberlakuan harga baku atau sticky price tidak terhindarkan.

“Sepanjang pemerintah tidak membanjiri pasar dengan likuiditas, perekonomian nasional sulit untuk kembali memperoleh kepercayaan pasar,” katanya.

Jalan Keluar

Noorsy mengatakan jalan keluarnya pemerintah jangan berambisi melaksanakan Danantara yang sumber dananya berasal dari realokasi APBN 2025. Sementara, lanjut dia, penyertaan saham 7-9 BUMN tidak berarti keuntungannya langsung bisa digunakan untuk proyek investasi Danantara.

“Demikian juga dengan MBG (Makan Bergizi Gratis), sebaiknya dibuat pemetaan masalah sehingga terjadi pemilahan, mana dan berapa untuk MBG dan untuk membuka lapangan kerja,” ujar dia.

Menurutnya, tanpa realokasi anggaran yang tepat, pendistribusian yang memantik berputarnya mesin perekonomian secara wajar, dan menstabilisasi fiskal-moneter, maka pemerintah sedang menunjukkan kelemahan tata kelola kepada masyarakat nasional dan internasional.

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

ADVERTISMENTS