KPK Periksa Eks Stafsus Jokowi, Arif Budimanta terkait Kasus LPEI
NASIONAL
NASIONAL

KPK Periksa Eks Stafsus Jokowi, Arif Budimanta terkait Kasus LPEI

ADVERTISMENTS
Iklan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H dari Bank Aceh Syariah
image_pdfimage_print

BANDA ACEH –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Ekonomi era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Arif Budimanta, sebagai saksi kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), pada Senin (14/4/2025).Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebutkan, Arif Budimanta diperiksa selama sekitar 10 jam karena ada banyak hal yang dikonfirmasi oleh penyidik.

ADVERTISMENTS

“Semua keterangan yang dibutuhkan akan ditanyakan oleh penyidik. Tentunya 10 jam itu bukan waktu yang sedikit, berarti banyak materi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan,” kata Tessa saat ditemui di Gedung KPK.

Berita Lainnya:
Danjen Kopassus Minta Maaf Gegara Foto Sejumlah Prajurit TNI dengan Hercules Viral

Kendati demikian, Tessa tidak merinci materi pemeriksaan terhadap Arif maupun bukti-bukti baru yang diperlukan oleh penyidik.

ADVERTISMENTS
ADVERTISMENTS

Ia hanya menekankan bahwa Arif diperiksa sebagai saksi kasus korupsi LPEI.

“Iya, (perkara LPEI),” jawab Tessa.

ADVERTISMENTS
ADVERTISMENTS

Diketahui, KPK telah menetapkan lima tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.

Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; serta Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.

Berita Lainnya:
Upaya Prabowo Wujudkan Ekonomi Kerakyatan Terganjal Pola Teknokratis Lama

Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur PT Petro Energy dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

PT Petro Energy juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

KPK mengatakan, kerugian keuangan negara atas pemberian fasilitas kredit tersebut mencapai 18 juta Dollar Amerika Serikat (AS) dan Rp 549,1 miliar.

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

ADVERTISMENTS