BANDA ACEH – Berikut sejumlah pernyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengenai polemik tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Seperti diketahui, kebijakan Tapera akhir-akhir menuai rentetan kritik dari berbagai kalangan.
Di tengah beban ekonomi yang semakin besar, justru pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk memotong gaji pekerja hingga 3 persen sebagai iuran Tapera.
Basuki memberikan sejumlah pernyataan mengenai Tapera saat dan seusai rapat kerja dengan Komisi V DPR, Kamis (6/6/2024) kemarin.
Hadir pula dalam rapat kerja tersebut, Komisioner Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho.
Tak banyak yang disampaikan Basuki dalam raker kemarin.
Sebab, penjelasan dan pembahasan mengenai kebijakan ini akan dibahas lebih lanjut oleh DPR dan stakeholder terkait dalam rapat khusus pembahasan Tapera.
Tak dirinci kapan agenda rapat khusus itu akan digelar DPR, tetapi Ketua Komisi V DPR RI Lasarus memastikan bahwa rapat akan dilakukan segera.
Selengkapnya berikut pernyataan Basuki terkait Tapera yang dirangkum Tribunnews.com.
1. Peran Pemerintah dalam Pembiayaan
Basuki saat raker bersama DPR kemarin hanya memberikan penjelasan awal perihal Tapera.
Mulanya, ia memaparkan mengenai angka kebutuhan rumah (backlog) kepemilikan rumah.
Backlog untuk kepemilikan rumah 9,9 juta, backlog untuk rumah tidak layak huni 2,6 juta, sedangkan pertumbuhan rumah tangga baru 800.000 per tahun.
Jumlah ASN sendiri sekitar 4,4 juta orang, yang belum memiliki rumah 1,8 juta.
Basuki mengatakan pemerintah melakukan pembiayaan bukan dari APBN, melainkan ada pembiayaan untuk kepemilikan rumah lewat persetujuan DPR dan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan mulai dari 2010 sampai 2024.
“Apa sekarang peran pemerintah? Pemerintah melakukan pembiayaan yang bukan dari APBN untuk yang rusus dan lain sebagainya, tapi ada pembiayaan untuk kepemilikan rumah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan Perumahan dari 2010 sampai 2024, sampai dari 2010-2024 itu sudah lebih dari 105 triliun.”
“Nanti akan jelaskan juga lebih detail bahwa kredit lebih dari 300 triliun dalam pembangunan Perumahan itu.”
“Kemudian subsidi selisih bunga melalui tahun 2015 sampai 2020 dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan itu (BP2BT),” papar Basuki.
2. Akui Menyesal
Basuki Hadimuljono mengaku menyesal karena program Tapera membuat masyarakat justru melancarkan protes keras.
Hal ini disampaikannya seusai rapat raker bersama DPR.
“Dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul,” ujarnya, Kamis.
Kini, kata Basuki, pemerintah sudah memiliki program pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat lewat Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sosok yang juga merupakan Komite BP Tapera itu mengungkapkan program ini telah menggelontorkan dana mencapai Rp105 triliun.
“Cukup diketahui, APBN sampai sekarang sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP, untuk subsidi bunga.”
“Kalau untuk Tapera ini mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun,” jelas Basuki.
3. Bukan Program yang Mendesak
Ia menegaskan bahwa program Tapera bukanlah program yang mendesak.
Pada kesempatan yang sama, Basuki menjelaskan sebenarnya aturan soal Tapera sudah disusun pemerintah sejak 2016 lalu.
Dia dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani lalu melakukan uji kredibilitas dengan hasil akhir bahwa pungutan iuran untuk Tapera diundur sampai 2027.
“Sebetulnya itu kan dari 2016 undang-undangnya. Kemudian kami dengan Bu Menteri Keuangan dipupuk dulu kredibilitasnya, ini masalah trust (kepercayaan).”
“Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa,” tutur Basuki.
Dia pun mengakui bahwa pengimplementasian Tapera ini memang harus melihat kesiapan dari masyarakat.
4. Basuki dan Menkeu Sepakat Tunda Tapera jika Belum Siap
Basuki dan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengaku sepakat untuk menunda iuran Tapera.
Sebab, menurut perhitungan keduanya, masyarakat belum siap menerima kebijakan tersebut.
Hal ini terlihat dari masifnya penolakan masyarakat terhadap pemotongan gaji untuk Tapera.
“Jadi kalau ada misalnya usulan, apalagi DPR misalnya (minta ditunda), ketua MPR untuk diundur. Menurut saya, saya sudah contact bu Menteri Keuangan, kita akan ikut (sepakat menunda),” terang Basuki.
Terlebih, lanjut Basuki, pemerintah juga belum siap terkait dengan sosalisasi.
Sehingga, menurut Basuki, akan lebih baik jika Tapera diundur dan tidak perlu berbenturan antara pemerintah dengan msyarakat.
“Saya kira iya (menunggu kesiapan masayarakat). Kenapa kita harus saling berbenturan, enggak-enggak (perlu seperti itu), insyaAllah.”
“Kalau yang punya rumah, sebagai penabung dan bunganya lebih besar dari deposito kalau dia mau ambil. Undang-undangnya menyampaikan wajib (ikut Tapera). Ini sosialisasinya kami juga lemah dan belum kuat,” jelas Basuki