BANDA ACEH – Penolakan terhadap tapera terus berdatangan. Kemarin giliran Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang menolak program tersebut.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyatakan, para guru sangat cemas atas rencana tersebut. Terutama guru-guru swasta dan honorer atau non-ASN. ”Karena lagi-lagi akan terjadi pemotongan gaji,” ungkapnya.
Mereka menilai kesejahteraan guru belum stabil, bahkan bisa dikatakan minimalis, dengan gaji yang termasuk paling rendah dibandingkan profesi lain.
Survei kesejahteraan guru yang dilakukan Ideas tahun 2024 menunjukkan bahwa 42,4 persen guru masih menerima gaji di bawah Rp 2 juta per bulan.
Lalu, guru yang menerima gaji Rp 2 juta sampai Rp 3 juta mencapai 12,3 persen. Yang mendapat gaji Rp 3–4 juta sebanyak 7,6 persen, gaji Rp 4–5 juta 4,2 persen, dan di atas Rp 5 juta hanya 0,8 persen.
Padahal, dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta.
”Yang jadi soal, jika guru tersebut berada di provinsi dengan upah minimum Rp 2 juta seperti Jawa Tengah dan DIJ, mereka dianggap layak ikut tapera. Gaji sekecil itu masih harus dipotong tapera dan potongan lainnya,” keluhnya.
Kemudian, lanjut dia, ada kecemasan soal bisa atau tidaknya dana tapera dicairkan. Selain itu, belum ada bukti peserta bisa mendapatkan rumah setelah menabung di tapera. ”Belum pernah diketahui ada presedennya atau bukti nyata,” sambungnya.