BANDA ACEH – Ratu Elizabeth II membentangkan pengaruhnya atas belasan negara di luar Inggris bahkan sebelum meninggal dunia pada Kamis (5/9).
Imperium Britania merenggut hingga seperempat wilayah permukaan bumi dan menguasai lebih dari 458 juta orang pada 1922. Selama masa pemerintahan Elizabeth, pengaruhnya menyusut menjadi ekonomi tingkat menengah.
Elizabeth menempati posisi penguasa monarki dan kepala negara dari tujuh negara merdeka pada 1952. Dia mengendalikan Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Pakistan, dan Ceylon yang sekarang menjadi Si Lanka.
Negara-negara itu disebut sebagai Alam Persemakmuran atau Commonwealth Realm. Kekuasaannya atas Selandia Baru turut meliputi negara asosiasi Kepulauan Cook dan Niue.
Elizabeth juga memerintah 14 wilayah dependensi, termasuk Bermuda dan Gibraltar. Sejak menjadi penguasa monarki, Alam Persemakmuran bertambah usai kemerdekaan negara bekas jajahan. Sebagiannya turut memutuskan untuk menjadi republik.
Dalam masa pemerintahannya, Elizabeth adalah kepala negara di 32 negara. Tetapi, jejak kekuasaan tersebut kemudian menurun.
Hingga 17 negara di antaranya menghempaskan hubungan dengan Inggris: Uganda, Trinidad dan Tobago, Tanganyika, Afrika Selatan, Sierra Leone, Pakistan, Nigeria, Mauritius, Malta, Malawi, Kenya, Guyana, Ghana, Gambia, Fiji, Sri Lanka, dan Barbados.
Delapan referendum diadakan saat Elizabeth menduduki takhta Inggris. Ghana dan Afrika Selatan berhasil menggelar referendum pada 1960.
Begitu pula dengan Gambia pada 1970 setelah gagal pada 1965. Tuvalu turut mengadakan dua referendum pada1986 dan 2008. Namun, kedua upaya tersebut menemui kebuntuan.
Hambatan serupa terjadi bagi Australia pada 1999, serta Saint Vincent dan Grenadine pada 2009. Sementara itu, Barbados mendeklarasikan kemerdekaan tanpa referendum pada 2021.
Sebagian negara mungkin berhasil menghapuskan jejak kolonial Inggris. Tetapi, sebelum mangkat pun Elizabeth masih menjadi kepala negara Inggris dan 14 negara Persemakmuran.
Negara-negara tersebut adalah Antigua dan Barbuda, Australia, Bahama, Belize, Kanada, Grenada, Jamaika, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Kepulauan Solomon, Tuvalu, dan Inggris.
“Lebih dari 70 tahun, Yang Mulia adalah Kepala Persemakmuran yang berdedikasi, menghubungkan lebih dari dua miliar orang di seluruh dunia,” tulis situs resmi keluarga kerajaan Inggris, dikutip pada Jumat (9/9).
Belasan negara itu berbeda dengan Persemakmuran Bangsa-Bangsa. Persatuan tersebut terdiri dari negara-negara bekas jajahan, tetapi belum tentu mengakui sang penguasa monarki sebagai kepala negara.
Elizabeth merupakan pendukung setia asosiasi itu sepanjang hidupnya. Namun, Persemakmuran kian bergulat dengan ikatan mereka dengan masa penjajahan.
Alhasil, para anggota pun tengah mempertimbangkan kembali hubungan mereka dengan kelompok tersebut.
Salah satunya adalah Gambia yang menarik diri pada 2013. Pihaknya mencela Persemakmuran sebagai ‘lembaga neo-kolonial’. Kendati demikian, negara itu kembali bergabung usai presiden baru terpilih pada 2018.
Usai kemangkatan Elizabeth, periode transformasi tiba di Persemakmuran. Negara-negara anggota tampaknya akan mulai menjauhkan diri dari asosiasi itu, terutama di Karibia.
Pertanyaan tentang referendum pun kembali menggema dari Alam Persemakmuran. Mereka ingin menyusul Barbados yang mencopot Elizabeth sebagai kepala negaranya pada November 2021.
Australia
Masyarakat Australia menyampaikan belasungkawa atas kepergian Elizabeth pada Jumat (9/9). Tetapi, kaum republiken menggunakan momentum itu untuk menghidupkan kembali perdebatan seputar mengakhiri hubungan negara dengan sang penguasa monarki.
“Simpati kami bersama keluarganya dan semua orang yang mencintainya. Sekarang Australia harus bergerak maju,” tegas pemimpin Partai Hijau Australia, Adam Bandt, dikutip dari Reuters.
“Kami membutuhkan Perjanjian dengan orang-orang First Nations, dan kami perlu menjadi Republik,” lanjut dia.
Tokoh republiken terkemuka itu kemudian memicu kritik. Sejumlah rekannya menuduh, dia bersikap tidak sopan karena mengangkat permasalahan itu beberapa jam usai kemangkatan Elizabeth.