NASIONAL
NASIONAL

Parah, Demokrasi di Rezim Jokowi Merosot Tajam Sepeninggal SBY

image_pdfimage_print

JAKARTA – Dalam 9 tahun terakhir, khususnya di zaman kepemimpinan Presiden Jokowi, demokrasi di Indonesia merosot. Hal itu diutarakan Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Saiful merujuk pada data Freedom House dari 2013 sampai 2022. “Data Freedom House dari 2013 sampai 2022 menunjukkan skor demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dari 65 pada 2013 menjadi 59 pada 2022,” kata Saiful Mujani dalam acara “Demokrasi Makin Mundur? Refleksi 24 Tahun Reformasi” yang disiarkan Youtube SMRC TV, Selasa (17/5/2022).

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Dia menjelaskan bahwa Freedom House melakukan studi secara rutin mengenai kebebasan. Studi ini meminta sejumlah ahli atau orang yang mengerti politik Indonesia untuk melakukan checklist item-item yang menjadi indikator dari demokrasi, apakah kondisinya membaik atau memburuk.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

“Kami kelasnya kurang lebih sama dengan India yang sudah puluhan tahun mengalami demokrasi,” katanya dalam siaran persnya.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Saiful melanjutkan bahwa studi yang dilakukan Freedom House mengukur kondisi demokrasi dengan melihat aspek kebebasan.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Menurut dia, tak terbayangkan ada demokrasi tanpa kebebasan. Dasar dari sistem demokrasi adalah kebebasan. Karena itu, kebebasan di seluruh negara menjadi fokus perhatian Freedom House.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Lembaga ini kemudian membuat skor antara 0 sampai 100, dengan semakin mendekati 100 semakin baik kondisi demokrasinya, sementara semakin mendekati 0 semakin buruk.

Berita Lainnya:
Asia Coba Melawan, Prabowo Angkat Rupiah

Ilmuwan politik lulusan Ohio State University, Amerika Serikat ini memaparkan bahwa ada dua indikator demokrasi yang dipakai oleh Freedom House: political rights (hak-hak politik) dan civil liberties (kebebasan sipil).

Hak-hak politik antara lain menyangkut penyelenggaraan pemilu, apakah, misalnya, dilakukan secara jujur dan adil atau tidak, bagaimana pemerintahan berjalan, ada “check and balances” atau tidak, seberapa susah untuk ikut berkontestasi, dan seterusnya.

Saiful mencontohkan bahwa praktik sulitnya membuat partai politik di Indonesia menjadi indikator tentang Indonesia yang kurang membuka akses pada hak-hak politik.

“Semakin mudah orang atau warga untuk mengakses kontestasi dalam kekuasaan, maka itu adalah indikasi demokrasi semakin membaik,” kata Saiful.

Aspek yang lain adalah kebebasan sipil, berkaitan dengan kebebasan untuk berbicara, berekspresi, mengkritik pemerintah, kebebasan pers, perlindungan pada minoritas, kebebasan beragama, berorganisasi, dan sebagainya.

Pada 2013, Freedom House menilai Indonesia masih dalam kategori negara free. Artinya aspek civil liberties dan ‘political rights” masih baik.

Di antara negara-negara lain di dunia, Indonesia pada masa itu relatif lebih maju dalam hal demokrasi. Di Asia Tenggara, misalnya, Indonesia paling bagus dari aspek demokrasi.

Begitu masuk 2014, skor demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Dalam 9 tahun terakhir, Indonesia mengalami kemerosotan skor kebebasan, dari 65 pada 2013 menjadi 59 pada 2022.

Berita Lainnya:
Wamentan Dukung Safaruddin di Pilkada Abdya: Anak Ideologisnya Pak Prabowo

Saiful menjelaskan bahwa total skor untuk aspek kebebasan sipil adalah antara 0 sampai 60, sementara untuk hak-hak politik adalah antara 0 sampai 40.

Dilihat dari itu, lanjutnya, aspek hak-hak politik Indonesia lumayan baik, yakni berkisar di angka 30 atau sekitar 75 persen. Bahkan skor political rights Indonesia sempat menjadi lebih baik pada 2016 dan 2017, pada masa itu ada pilkada yang berlangsung dengan baik.

“Dilihat dari sisi political rights, menurut penilaian Freedom House, yang dijadikan rujukan di dunia untuk mengevaluasi kondisi demokrasi semua negara, aspek hak-hak politik Indonesia tidak buruk. Ini yang menyebabkan Indonesia sering disebut sebagai electoral democracy, negara demokrasi yang bisa cukup baik menjalankan pemilihan umum,” ujarnya lagi.

Tapi, kata Saiful pula, demokrasi bukan hanya tentang pemilu, tapi juga aspek-aspek lain yang fundamental seperti melindungi hak-hak warga negara, terkait dengan keyakinan, beragama, dan sebagainya.

Dalam aspek kebebasan sipil, kondisi Indonesia cukup buruk, bahkan mengalami penurunan dari skor 35 pada 2013 menjadi 29 pada 2022.

Oleh karena itu, menurut Saiful, yang menyumbang kenapa demokrasi Indonesia memburuk adalah aspek kebebasan sipil.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya