BANDA ACEH -Kontroversi terkait keterlibatan Presiden Joko WIdodo dalam mengkampanyekan salah satu pasangan capres-cawapres, masih terus menjadi sorotan publik.
Menanggapi hal ini, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi memastikan bahwa Undang Undang Pemilu memperbolehkan seorang Presiden memihak dan berkampanye dalam pemilu.
“Memihak itu adalah bagian dari hak-hak Politik yang dijamin oleh konstitusi. Dalam Undang Undang Pemilu pun Presiden tidak termasuk ke dalam pihak-pihak yang dilarang berkampanye sebagaimana Pasal 280 Ayat 2. Bahkan jelas Presiden boleh berkampanye sesuai Pasal 281 dan 299,” kata Haidar dalam keterangannya, Rabu (24/1).
Menurut Haidar, pihak-pihak yang dilarang ikut berkampanye dalam Pasal 280 Ayat 2 Undang Undang Pemilu antara lain: Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.
Lalu, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia; Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan karyawan BUMN/BUMD; pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural.
Kemudian, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, dan WNI yang tidak memiliki hak pilih.
Sedangkan Pasal 299 Ayat 1 menegaskan Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampaye.
“Syaratnya diatur dalam Pasal 281 Ayat 1 yaitu tidak menggunakan fasilitas negara kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara. Itu sudah clear ya, aturannya jelas,” kata Haidar.
Haidar menyesalkan ada oknum yang sengaja membenturkan dua pernyataan Presiden Jokowi di waktu yang berbeda seolah-olah tidak konsisten. Padahal, yang dulu pernyataannya berbicara tentang ASN dan TNI/Polri, sementara yang sekarang berbicara tentang Presiden.
Menurutnya, undang undang jelas mengatur bahwa ASN dan TNI/Polri memang harus netral. Baik dalam Undang Undang Pemilu maupun dalam Undang Undang ASN, Undang Undang TNI dan Undang Undang Polri.
“Itu kan dua hal yang berbeda. Bukan tidak konsisten. Dikembalikan lagi ke undang undang. Kalau undang undang tidak melarang berarti boleh. Tapi kalau undang undang melarang berarti tidak boleh. Simpel,” tutup Haidar.