Minggu, 17/11/2024 - 10:26 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Ngeri, Pengamat Asing Sebut Indonesia Bersiap Menghadapi Pemilu Terakhir

image_pdfimage_print

Pemilihan umum presiden dan legislatif pada 14 Februari 2024 mendatang dibayangi dengan meningkatnya dukungan partai dan legislatif terhadap gagasan perampingan skala pemilihan langsung. Artinya pesta demokrasi kali ini bisa jadi merupakan akhir dari pemilihan umum melibatkan seluruh rakyat seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya. 

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Prediksi ini muncul dari Ian Wilson, Pengamat Politik asing dari Universitas Murdoch, Australia, terhadap kemungkinan nasib demokrasi di Indonesia setelah Pilpres nanti. Ia menjelaskan, dalam Debat calon presiden pertama pada 12 Desember 2023, Capres Anies Baswedan mengatakan bahwa masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi di Indonesia. Saingannya, Capres Prabowo Subianto, menjawab dengan bersemangat, “Jika demokrasi gagal, mustahil bagi Anda menjadi gubernur!”. 

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Kecaman Prabowo terhadap Anies ini terkait dengan pencalonannya menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, yang didukung oleh Prabowo. Meskipun beberapa pihak menafsirkan pernyataannya sebagai pembelaan terhadap sistem pemilu di Indonesia, namun sejak lama, menurut Ian Wilson, Prabowo menolak apa yang ia sebut sebagai dampak korosif dari bentuk-bentuk kompetisi demokrasi yang “diimpor”, termasuk pemilu langsung. 

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

“Dengan latar belakang kemunduran demokrasi di bawah pemerintahan Joko WIdodo (Jokowi), situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana demokrasi elektoral akan berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo,” ujar Ian Wilson yang juga Dosen Senior Politik, dan Pusat Penelitian Indo-Pasifik, Murdoch University, dalam tulisannya di blog Institut, Fulcrum.sg. 

Berita Lainnya:
Sopir Taksi yang Ditonjok Kompol Bambang Ngaku Dimintai Uang Damai Rp2 Juta oleh Polisi Polda Metro
ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Ia memaparkan, berada di spektrum politik Indonesia yang beraliran kanan nasionalis, partai Gerindra yang dipimpin Prabowo menolak apa yang mereka klaim sebagai arah reformasi pasca-reformasi tahun 1998/1999 yang bersifat liberal-demokratis. Gerindra menganjurkan kembalinya sistem berdasarkan UUD 1945 yang asli. Hal ini berarti pembatalan amandemen konstitusi yang dibuat antara tahun 1999-2002 yang mendukung pemilu demokratis, perlindungan hak asasi manusia, dan batasan masa jabatan presiden (dua periode lima tahun).

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Masih menurut Ian, sikap Prabowo dan Gerindra lebih dari sekadar retoris. Pada akhir 2014, setelah kalah dalam pencalonan pertamanya sebagai presiden dari Jokowi, Prabowo memimpin koalisi parlemen multi-partai mengesahkan RUU Pemilu yang mengembalikan, meskipun untuk sementara, situasi sebelum tahun 2005 yang memungkinkan penunjukan kepala daerah, termasuk gubernur oleh parlemen. Setelah mendapat reaksi keras dari masyarakat, intervensi presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika itu memulihkan pemilu langsung. SBY, pada bulan-bulan terakhir masa jabatannya, mengeluarkan dua dekrit yang membatalkan upaya ‘kudeta’ legislatif tersebut.

Berita Lainnya:
Tangis Murid Sambut Supriyani yang Kembali ke Sekolah, Diberi Surat Bertuliskan 'Kita Semua Kangen'
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Intrik Elit Memperpanjang Masa Jabatan

Intrik elit untuk memperpanjang batas masa jabatan presiden dan mengurangi pemilihan langsung telah menyatukan tujuan ideologis faksi-faksi yang berupaya mengikis, atau bahkan membalikkan, kemajuan demokrasi pasca-reformasi. “Hal ini diperburuk dengan ambisi Jokowi untuk mengkonsolidasikan dan melanggengkan warisannya,” tambahnya.

Pada 2023, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga menyerukan agar MPR diangkat kembali sebagai lembaga eksekutif tertinggi negara. Bahkan DPD menyatakan bahwa perubahan konstitusi pasca-1999 telah “menjauh dari Pancasila”. Ketua DPD, La Nyalla Mattalitti, berpendapat bahwa pemilihan presiden secara langsung telah menghancurkan kohesi nasional dan harus digantikan dengan praktik ‘pemilihan’ presiden secara tidak langsung oleh anggota MPR seperti di era Orde Baru.

Mereka yang mendorong pembatalan pemilu dan konstitusi jelas-jelas menahan diri untuk tidak mengangkat isu tersebut sebagai isu kampanye pada 2024. Namun demikian, Wakil Ketua Gerindra, Habiburokhman, sempat mengatakan bahwa usulan MPR dan DPD untuk kembali ke UUD pra-reformasi akan ditinjau kembali setelah keputusan pemerintahan baru terbentuk. Dia berkomentar bahwa diskusi sebelum pemilu dapat “menimbulkan kecurigaan publik” akan niat untuk menunda Pemilu 2024 atau mengakhiri pemilu berikutnya.

1 2 3

Reaksi & Komentar

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ البقرة [191] Listen
And kill them wherever you overtake them and expel them from wherever they have expelled you, and fitnah is worse than killing. And do not fight them at al-Masjid al- Haram until they fight you there. But if they fight you, then kill them. Such is the recompense of the disbelievers. Al-Baqarah ( The Cow ) [191] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi