BANDA ACEH -Persoalan bangsa jadi topik perbincangan saat dua sahabat lama bertemu dalam suasana silaturrahim Idulfitri sekaligus momen Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Kedua sahabat itu adalah ekonom senior DR. Rizal Ramli dan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno.
Keduanya bertemu pada Selasa siang (31/5). Tepatnya saat Rizal Ramli berkunjung ke kediaman Try Sutrisno yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Pertemuan dua tokoh berbeda generasi yang sudah saling mengenal sejak era 1990-an ini berlangsung santai dan familiar. Sesekali diselingi dengan obrolan-obrolan ringan.
Setelah saling menanyakan kabar masing-masing, Try Sutrisno lantas mengungkap sejumlah keprihatinan tentang kondisi berbangsa dan bernegara kepada Rizal Ramli.
Menurutnya, setelah Reformasi 1998 kondisi berbangsa dan bernegara kini semakin tidak tertata dengan baik.
“Saya sangat prihatin. Termasuk terhadap masalah Amandemen UUD 1945 yang empat kali dilakukan, ternyata tidak koheren dengan Pancasila. Kok menjadi tidak konsisten seperti sekarang ini,” tanya mantan KSAD dan Panglima ABRI itu.
“Kalau terus diberlakukan hasil amandemen ini, maka sama artinya dengan membubarkan NKRI,” sambungnya.
Sebagai tokoh yang ikut berjuang dalam kancah revolusi mempertahankan kemerdekaan, Try Sutrisno merasa cemas terhadap keberlangsungan bangsa.
“Bangsa ini harus melakukan muhasabah, harus introspeksi. Supaya Indonesia bisa maju,” tandas pria yang akrab dipanggil Pak Try itu.
Tentang Amandemen ini, Rizal Ramli dan Pak Try sependapat untuk kembali dikaji secara mendalam. Namun dalam waktu dekat tidak perlu ada lagi amandemen terhadap UUD 1945, karena berpotensi ditunggangi untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Hal lain yang menjadi keprihatinan Try Sutrisno adalah kondisi perekonomian yang kini semakin memberatkan rakyat kecil. Termasuk soal utang yang semakin menumpuk. Di mana untuk membayar bunga utang tersebut pemerintah harus berutang lagi.
Menurut Pak Try, di masa sebelumnya utang atau pinjaman dari luar negeri hanya digunakan sebagai tambahan anggaran.
Ia lalu teringat kepada peran DR. Rizal Ramli sebagai ekonom independen yang pro kepada nasib rakyat kecil, yang saat menjelang kejatuhan Presiden Soeharto kerap memberikan peringatan mengenai akan datangnya krisis ekonomi.
“Dulu Bung Rizal Ramli ini sudah sering memberitahukan kita akan datangnya masa krisis,” kenang Try Sutrisno.
Kala itu, Rizal Ramli dengan lembaga pengkajian ekonomi yang dipimpinnya, Econit, selain bersikap kritis juga kerap memberikan warning kepada pemerintah. Khususnya mengenai kebijakan-kebijakan ekonomi yang keliru yang dapat berdampak pada terjadinya krisis.
Meski pemerintahan telah berganti, peran ini sampai sekarang masih terus dilakukan oleh Rizal Ramli sebagai bukti kepeduliannya terhadap nasib bangsa dan rakyat kecil.
Sikap independen, berani, kritis, dan konsisten yang diperlihatkan oleh Rizal Ramli ini kemudian membuat Mabes ABRI kala itu memintanya untuk menjadi penasehat bidang ekonomi. Termasuk di lingkungan Fraksi ABRI DPR RI.
Karena itu, tak heran hubungan Pak Try dan Rizal Ramli cukup akrab dan bersifat kekeluargaan. Saat istri Rizal Ramli, Herawati wafat, misalnya, Pak Try memerlukan diri untuk melayat dan mengantar jenazah hingga ke pemakaman.
Rizal Ramli sendiri menilai Pak Try sebagai tokoh yang bersahaja, tidak neko-neko, anti terhadap KKN dan berjiwa patriot sejati.