BANDA ACEH – Media Sosial X (twitter) geger gegara peluncuran Film dokumenter “Dirty Vote”. Film dokumenter yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono dirilis Minggu (11/2/2024) siang, oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube.
Dirty Vote kini menjadi topik trending di media sosial X (twitter) dengan jumlah postingan lebih dari 300 ribu, hingga Senin (12/2/2024) pagi.
Selain trending di X, sempat pula digelar diskusi daring di media sosial X dan Space dimana para pembuat film serta aktornya membahas proses produksi film dokumenter tersebut.
Dalam diskusi yang dipantau, Bivitri Susanti, yang juga jadi salah satu aktor di film dokumenter itu mengatakan bahwa proses produksi film tersebut berasal dari kocek pribadi.
“Kami benar-benar patungan, kerja sampai malam, bahkan produksi sampai malam, kita beli martabak sendiri,” kata Bivitri dalam diskusi daring itu.
Bivitri juga menegaskan bahwa peluncuran film dokumenter itu bukan ditujukan untuk kepentingan elektoral.
“Kami tidak dalam rangka Politik elektoral, tapi kami melihat ini penyalahgunaan kekuasaan yang puncaknya dan berdampak pada pemilu,” kata dia. Bivitri juga menegaskan bahwa pengawasan terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan sudah dilakukan sejak lama, namun puncaknya justru terjadi jelang Pemilu 2024.
“Kami sudah mengkritik banyak penyalahgunaan kekuasaan sejak tiga tahun terakhir, kami dan beberapa LSM sudah mengkritisi ini,” kata dia.
Dalam pembuatan film dokumenter ini, Bivitri mengaku tim produksi sangat berhati-hati dalam menggunakan data, serta melakukan back up data serapih mungkin. Dirty Vote Film dokumenter “Dirty Vote” dirilis Minggu (11/2/2024) siang oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube. Film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.
Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.
Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis.
Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu