BANDA ACEH – Sejumlah guru besar perguruan tinggi di Kota Semarang mendapat undangan dari Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas). Namun, undangan itu ditolak oleh guru-guru besar tersebut.
Salah satu guru besar yang mendapat undangan itu adalah Prof Tri Marhaeni Pudji Astuti, guru besar Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Undangan yang diterima Prof Tri Marhaeni Pudji Astuti itu ditandatangani oleh Pembantu Deputi Bidang Politik Nasional Wantannas Brigadir Jenderal Nazirwan Adji Wibowo. Undangan itu diterima Prof Tri pada Rabu (21/2).
Dilansir Jawa Pos Radar Semarang, undangan Wantannas juga diberikan kepada Tjetjep Rohendi Rohidi, Issy Yuliasri, Harry Pramono, Bambang Priyono dan M Jazuli. Semuanya adalah guru besar di Unnes.
Prof Tri Marhaeni merasa ada yang janggal dengan undangan dari Wantannas tersebut. Sebab, sebelumnya tidak pernah melakukan interaksi, komunikasi, ataupun berkegiatan dengan Wantannas. “Kita nggak pernah ada komunikasi kegiatan pun nggak pernah,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Prof Tri Marhaeni menjelaskan, dirinya menerima dua undangan. Menurut dia, undangan pertama tidak jelas nomor suratnya atau pun peserta yang diundang. Undangan kedua direvisi. Undangan itu dikirimkan oleh Polda Jawa Tengah dan akan dilakukan di Hotel Ibis.
Menurutnya undangan itu dinilai tidak jelas sehingga dirinya memutuskan tidak akan hadir di undangan yang rencananya akan dilakukan pada Rabu (28/2) dan Kamis (29/2). Dari pengalaman Prof Tri Marhaeni selama ini, idealnya undangan ditujukan kepada Rektor Unnes atau kelembagaan.
“Baru lembaga menugaskan saya, tapi undangan ini by name. Setahu saya ada guru besar lain dari Undip tapi saya pastikan nggak akan datang,” jelasnya.
Tri Marhaeni mengira undangan tersebut merupakan buntut dari aksi Seruan Moral dari Kampus Sekarang beberapa waktu lalu. Apalagi guru besar yang tidak ikut aksi tersebut tidak mendapatkan undangan serupa dari Wantannas. “Guru Besar lain tidak dapat, wajarlah kita punya praduga begitu,” ujarnya
Dia berpendapat aksi kemarin bersifat umum dan tidak ada kaitannya dengan siapa pun sosok tertentu ataupun lembaga apa pun.