BANDA ACEH – Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie menyebut Mahkamah Konstitusi bisa memutuskan yang menang menjadi kalah dan yang kalah menjadi menang dalam sidang sengketa Pilpres 2024.Hal tersebut disampaikan Jimly Asshiddiqie dalam program Rosi KOMPAS TV, Jumat (4/4/2024).
“Jadi kalau di undang-undang dasar sudah jelas dan menjadi original intent (niat awal) dari dirumuskannya kewenangan MK itu, bahwa MK ini menangani, mengadili, dan memutus perselisihan tentang, ada kata tentangnya, tentang hasil pemilihan umum, jadi bukan tentang yang lain,” ujar Jimly.
“Jadi MK itu berwenang memutus yang menang jadi kalah, yang kalah jadi menang, bukan hanya angka, jadi memutus, satu, soal perhitungan suara; dua, mengenai keabsahan kursi untuk siapa, dan itu tidak selalu menyangkut soal angka.”
Host Rosi, Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi, lalu mengonfirmasi terkait apakah MK bisa mendiskualifikasi pasangan calon yang menjadi peserta dalam Pilpres 2024. Jimly menuturkan, MK pernah membuat kesalahan mendiskualifikasi kepala daerah terpilih di Waringin Barat.
“Itu kewenangan siapa, ini menyangkut hasil atau menyangkut proses, itu menyangkut proses, dan MK pernah melakukan kesalahan, membuat keputusan di Waringin Barat. Pilkada, jadi Bupati yang dimenangkan oleh KPU, dan yang dikalahkan, yang dimenangkan itu didiskualifikasi sesudah Pemilunya selesai,” ujar Jimly.
“Jadi status kepesertaannya didiskualifikasi oleh MK. Nah itu kan telat, kan permainan sudah jalan, akibatnya putusan MK itu tidak dijalankan tahun 2010. Apa yang terjadi? Itu pihak yang dikalahkan oleh MK itu menggugat ke Pengadilan TUN (Tata Usaha Negara) tingkat satu, oleh TUN dimenangkan, lalu gugat lagi banding ke pengadilan tinggi, dimenangkan lagi, sampai ke Mahkamah Agung dimenangkan sehingga putusan MK yang menurut undang-undang yang final mengikat menurut konstitusi, dimentahkan, gara-gara salah.”
Jimly kembali ditanya Rosi, apakah MK dalam sengketa Pilpres 2024 bisa mendiskualifikasi calon peserta pemilu. Jimly pun menuturkan, perihal tersebut ia menyerahkannya kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk menilai.
“Tetapi itu bukan mengenai hasil, itu mengenai proses yang sudah ada lembaga yang diberi kewenangan menanganinya, namanya Bawaslu. Nah, gitu lho,” ujar Jimly.