HARIANACEH.co.id|Jantho – Langkah Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Bustami Hamzah menonaktifkan dua orang direksi Bank Aceh Syariah (BAS), yaitu Direktur Utama Muhammad Syah dan Direktur Operasional Zulkarnaini mendapat dukungan dari Pj Bupati Aeh Besar, Muhammad Iswanto.
Pj Bupati Aceh Besar tercatat sebagai pemegang saham nomor tiga terbesar di formasi Saham BAS dari seluruh pemerintahan kabupaten/kota di Aceh.
“Sebagai pemegang saham pengendali (PSP) itu adalah kewenangan Pj Gubernur Aceh, tentu Pak Bustami punya pertimbangan yang matang untuk itu. Karena bagaimanapun, Bank Aceh bukan sekadar milik pemerintah di Aceh, namun juga representasi kepemilikan dari semua rakyat Aceh,” kata Iswanto.
Pj Bupati Aceh Besar juga berharap semua pihak menanggapi kebijakan tersebut dengan tidak membuat statemen yang malah membingungkan publik. Karena sebagai sebuah usaha yang khas dengan regulasi yang ketat serta tetap mengacu dengan prudent atau kehati hatian, tidak semua hal harus diberitahukan secara terbuka ke publik. Karena ini juga untuk keselamatan operasional dan pelayanan prima Bank Aceh Syariah.
“Kita hormati keputusan PSP, termasuk juga menghormati koridor regulasi perbankan yang punya kriteria yang khas. Di samping juga untuk terus mempertahankan soliditas internal serta trend kerja kolektif yang terus positif,” tandas Iswanto.
Sementara itu di tengah gonjang ganjing rumors penonaktifan Muhammad Syah dan Zulkarnaini, beredar sebuah pernyataan tentang alasan penonaktifan Dirut Bank Aceh Syariah, yaitu tentang surat Kepala OJK Aceh Nomor SR-10/KO.1502/2024 tertanggal 10 Januari 2024 tentang sanksi adminitratif berupa teguran tertulis sebagaimana yang diatur pada Pasal 70 ayat (1) POJK, nomor 16/POJK.03/2022 tentang Bank Umum Syariah dan Pasal 59ayat (1) POJK nomor 17 tahun 2023.
Selain itu juga ada surat dari Kepala OJK Propinsi nomo SR-66/KO/1502/2024 tanggal 1 Maret 2024. Dengan beberapa larangan, seperti larangan menerbitkan produk bank baru, larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha, dan larangan melakukan kegiatan usaha baru.
Sejauh ini belum ada klarifikasi resmi seputar surat surat yang ditengarai menjadi konsideran terhadap lahirnya kebijakan penonaktifan dua direksi Bank Aceh Syariah. Iswanto juga menyatakan tak tahu menahu seputar surat tersebut.
“Terlepas dari semua itu, sekali lagi saya nyatakan, kebijakan itu adalah hak PSP yang tentu saja telah melalui kajian matang, termasuk untuk kontinuitas kinerja positif Bank Aceh. Jadi jangan diseret seret ke arah yang tak ada korelasinya” tandas Iswanto.
Namun beberapa kalangan juga menyebutkan kebijakan itu muncul karena lemahnya komunikasi dan koordinasi dengan jajaran pemegang saham lingkup Bank Aceh, termasuk lambannya penyelesaian temuan dari eksternal Bank Aceh seperti OJK, BPK dan BPKP. Termasuk di dalam nya penurunan GCG dalam dua laporan.
Sementara Kepala OJK Aceh, Yusri juga tidak menanggapi seputar surat surat yang telah beredar tersebut. Namun dalam rilis resminya, pihak OJK menyatakan menghormati setiap keputusan dan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Aceh selaku PSP, terkait Bank Aceh Syariah.
“PSP juga telah beberapa kali berkomunikasi dan berkonsultasi dengan kami (OJK), terkait hal tersebut, dan kami juga telah memberikan masukan serta mengingatkan bhwa setiap langkah kebijakan yang akan dilakukan harus memperhatikan aturan/POJK No.17 thn 2023 tentang PenerapanTata Kelola bagi Bank Umum,” kata Yusri seraya menambahkan, sejauh ini, proses dan mekanisme yang terjadi dan dilakukan PSP, masih dalam koridor aturan yang berlaku, dan pihak OJK berjanji akan terus memantaunya.
Sebagaimana diketahui, penonaktifan dua direksi Bank Aceh Syariah itu terhitung mulai Jumat (05/04/2024) kemarin, hingga 30 hari ke depan saat dilakukan RUPS LB Bank Aceh Syariah.