BANDA ACEH – Viral di media sosial X (Twitter) mengenai bantuan alat dari Korea Selatan untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia tertahan selama 2 tahun di gudang Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta. Alasan tertahannya bantuan alat tersebut, karena pihak penerima dimintakan biaya ratusan juta rupiah untuk menebus alat-alat tersebut.Kabar ini disampaikan oleh akun twitter @ijalzaid atau Rizalz. Dalam cuitannya, ia mengaku memiliki Sekolah Luar Biasa (SLB) yang mendapatkan bantuan alat pembelajaran dari Korea, namun mendapat status pencekalan dari Bea Cukai ketika masuk Indonesia.
Selain dikenakan bea masuk hingga ratusan juta rupiah, Rizalz juga diminta membayar denda gudang per hari. Menimbang biaya mengambil barang bantuan yang begitu mahal, Rizalz memutuskan untuk mengendapkan barang tersebut hingga hari ini.
“SLB saya juga dapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari,” tulis Rizalz dalam laman X nya yang telah mendapatkan 193 ribu penayangan, dikutip Jumat (26/4).
“Dari tahun 2022 jadi ga bisa keambil. Ngendep di sana, buat apa gak manfaat juga,” sambung Rizalz lagi. .
Menanggapi kabar ini, Direktur Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu, Askolani, menuturkan pihaknya tengah mendalami permasalahan tersebut. Askolani mengaku secara pasti dan belum dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini.
“Kami sedang dalami karena kejadian di tahun 2022, dengan menghubungi ybs (yang bersangkutan) untuk data detailnya dan dengan BC SH (Bea Cukai Soekarno Hatta). Nanti kami into setelah ada penjelasan,” kata Askolani dikutip redaksi.
Barang Impor
Terkait dengan barang bantuan alat pembelajaran dari Korea ke Indonesia yang dikenakan bea masuk tersebut, Bea Cukai bisa mengidentifikasi sebagai barang impor hasil perdagangan.
Dalam Pasal 2 ayat (4) PMK 96/2023 diatur kriteria barang kiriman hasil transaksi perdagangan, yang meliputi namun tidak terbatas pada: merupakan hasil transaksi perdagangan melalui PPMSE, penerima barang dan/atau pengirim barang merupakan badan usaha, dan/atau terdapat invoice atau dokumen sejenisnya.
Dalam hal barang kiriman memenuhi salah satu kriteria tersebut maka dapat diidentifikasi sebagai barang hasil perdagangan. Dalam kasus yang dialami oleh Rizalz, ada kemungkinan bea masuk yang dikenakan terhadap alat bantuan pembelajaran itu termasuk ke dalam barang kiriman hasil transaksi perdagangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188 Tahun 2010 tentang batasan harga barang yang dikenakan bea masuk. Aturan yang berlaku sejak tahun 2010 itu membatasi barang bawaan penumpang dari luar negeri yang tidak dikenakan bea masuk. Barang-barang yang tak dikenakan bea masuk adalah yang berharga 250 dolar AS per individu dan 1.000 dolar AS per keluarga.