BANDA ACEH – Warisan dokumenter Indonesia, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol, ditetapkan sebagai salah satu Memory of the World (MoW) for Asia and the Pasific.Penyerahan sertifikat dilakukan pemimpin Memory of the World Regional Committee for Asia and the Pacific (MOWCAP) Kwibae Kim kepada Kepala Arsip Nasional Imam Gunarto. Dia didampingi Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Mariana Ginting di Ulaan Baatar, Mongolia, pada Rabu (8/5).
Naskah yang diusulkan Perpusnas dan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat itu terpilih setelah mengikuti proses pemilihan suara dari peserta pertemuan. Mereka mewakili Australia dan Tuvalu, Bangladesh, Tiongkok, Filipina, India, Malaysia, Mongolia, Uzbekistan, dan Vietnam.
Selain naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol, penetapan Memory of the World for Asia and the Pasific juga diberikan kepada arsip Indarung Semen Padang yang diusulkan PT Semen Padang. Juga arsip tentang Indonesian Sugar Research Institut 1887-1986 yang diusulkan Kantor Perpustakaan dan Arsip Jawa Timur serta Balai Penelitian Gula Indonesia.
Pustakawan ahli pertama Perpusnas Aditia Gunawan menjelaskan, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol merupakan salah satu catatan otentik yang ditulis oleh pribumi tentang ringkasan sejarah Perang Paderi dan Sumatera Barat pada abad ke-19.
Ditulis oleh Naali Sutan Caniago, putra Tuanku Imam Bonjol, semasa pengasingan di Manado. Naskah itu menceritakan secara langsung peristiwa sejarah di Minangkabau abad ke-19 dan dianggap sebagai otobiografi Melayu pertama dalam pengertian modern.
Dia menambahkan, ada beberapa alasan mengapa naskah itu layak ditetapkan menjadi Memory of the World (MoW) for Asia and the Pasific. Pertama, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol merupakan karya perintis, baik dari segi pengaruh dan genre tulisan.
”Karya tersebut berupa hipogram dengan aktor yang menceritakannya secara langsung,” terang Aditia Gunawan dari Ulaan Baatar.
Kedua, lanjut dia, manuskrip itu mempunyai relevansi sejarah yang signifikan pada masa pra kemerdekaan Indonesia. Menjadi bukti sejarah Minangkabau pada abad ke-19. Ketiga, karya ini menyajikan narasi global pergerakan Islam antara Timur Tengah dan Asia Tenggara pada abad ke-18 hingga abad ke-19.
”Keempat, naskah ini menyoroti peran aktif perempuan, sebuah ciri yang didukung latar belakang budaya Minangkabau dengan kekerabatan matrilineal. Dan yang kelima, sebagai satu-satunya karya tulis tangan Melayu Minangkabau yang mengungkap fakta sejarah, naskah ini mempunyai posisi tak tergantikan sebagai referensi masa depan,” urai Aditia Gunawan.
Jika ditelaah lebih lanjut, menurut dia, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol menceritakan refleksi pribadi Tuanku Imam Bonjol tentang pengorbanan dan efek perang yang berkepanjangan selama 34 tahun. Tuanku Imam Bonjol mengekspresikan penyesalan yang dalam kepada pengikutnya, di mana timbul pertanyaan dalam dirinya, apakah ada banyak aturan di dalam Alquran yang telah dilanggar selama perang tersebut.
”Lahir pada 1772 di Sumatera Barat, Tuanku Imam Bonjol adalah pemimpin perang Paderi, salah satu perang terlama suku Minangkabau melawan kolonialisme Belanda dari tahun 1803-1837 di Indonesia. Dia ditahan dan diasingkan di beberapa tempat di Indonesia, dan dalam masa pengasingan, masih mengatur pergerakan perlawanan melawan penjajah,” tutur Aditia Gunawan.
Setelah penetapan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol oleh MOWCAP, dia menjelaskan, diperlukan program tindak lanjut yang menjadikan naskah tersebut mudah diakses, dikenal luas, dan dilestarikan, hingga generasi mendatang.