NASIONAL
NASIONAL

Dewan Oligarki Sang Presiden

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – PRESIDEN Prabowo Subianto adalah pimpinan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Ada 17 partai Politik yang bergabung dalam koalisi ini. Ada yang bergabung sejak proses pencalonan, dan ada pula yang bergabung setelah Presiden 08 menang.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Partai koalisi Prabowo terdiri dari partai parlemen dan nonparlemen. Yang parlemen meliputi 7 partai, antara lain Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, dan Partai Demokrat. Sedangkan nonparlemen meliputi 10 partai, yaitu PPP, PSI, Perindo, PBB, Gelora, Garuda, Buruh, Berkarya, Prima, dan PA.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Prabowo adalah pimpinan eksekutif yang menguasai 470 kursi dari 580 anggota parlemen di Senayan. Dia presiden powerfull yang memegang 81 persen lebih kekuatan politik saat ini.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Apa saja bisa dilakukan oleh Prabowo sebagai episentrum kekuatan politik lima tahun ke depan. Namun begitu, ia merasa masih perlu menjaga hubungan baik dan memelihara hubungan dengan partai-partai pendukung. 

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Pertemuan dengan para ketua umum dan sekretaris jenderal partai pada Jumat, 1 November 2024, di Istana Negara, harus dibaca dalam relasi kuasa.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Apalagi Prabowo yang menginginkan pertemuan rutin antara para pimpinan partai setiap habis salat Jumat, sekadar makan siang dan bertukar pikiran. Di sinilah sebenarnya kendali negara berada di tangan pimpinan partai parlemen.

Berita Lainnya:
Mahfud MD Yakini Polri Tak Sandiwara Tangani Judol Komdigi dan Ivan Sugianto
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Mereka adalah Bahlil Lahadalia, Surya Paloh, Abdul Muhaimin Iskandar, Ahmad Syaikhu, Zulkifli Hasan, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Prabowo sendiri. Orang-orang tersebutlah yang sesungguhnya dewan oligarki politik Indonesia kontemporer.

Para anggota Kabinet Merah Putih dan anggota DPR RI adalah wayang yang menjalankan arah keputusan partai dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah. Mereka tak cukup nyali melawan arah keputusan ketua umum, bila tidak, malah jabatannya menjadi taruhan.

Pada dekade terakhir, sulit menjumpai anggota dewan yang berani melawan keputusan partai, semacam tokoh Sri Bintang Pamungkas, atau Matori Abdul Jalil, atau Effendy Choirie, Fahri Hamzah dan lain sebagainya.

Dengan sistem suara terbanyak dan kewenangan partai yang kuat, anggota dewan itu rerata memilih berdamai dengan pimpinan partai, walau terkadang bertentangan dengan common sense dan kepentingan publik. Mereka pasti ditertibkan melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

Sementara, para politisi yang terpilih menjadi anggota dewan, mayoritas pengusaha yang lazim berhitung untung rugi. Arus pragmatis telah menjadi arus utama yang melumpuhkan idealisme di lembaga perwakilan sekarang.

Kondisi ini yang telah mendorong segelintir orang memegang kendali kekuasaan. Mereka adalah pimpinan partai yang punya agenda Jumatan dengan presiden. Mereka pulah yang menentukan hitam putihnya negeri ini.

Taklah salah, bila perkembangan demokrasi Indonesia pascareformasi dikritik semakin oligarkis. Memang faktanya, kata Jimly Asshiddiqie, partai kian membiru dan dinasti politik kian berkuasa.

Berita Lainnya:
Berperan sebagai Bandar, Polisi Tangkap Buronan Judol Jaringan Komdigi

Prabowo pasti tak terlalu merisaukan perkembangan demokrasi oligarki. Asal seseorang yang berkuasa atas izin rakyat melalui pemilu yang demokratis. Ia tak mempermasalahkan. Bahkan, ia tak mau cawe-cawe terhadap hasil Pilkada Serentak pada 27 November 2024 mendatang.

Sebagai presiden yang punya relasi kuasa dengan 7 presiden sebelumnya, Prabowo mengerti betul hakikat kekuasaan itu. Dan ia telah membuktikan di depan mahkamah sejarah memperoleh kekuasaan dengan halal.

Jadi, adanya dewan oligarki memang dibutuhkan. Dalam istilah Pak Surya, dewan itu semacam forum konsultasi presiden dengan pimpinan partai koalisi. Ini bertujuan membangun sinergi dan kolaborasi dengan kekuatan politik yang ada dalam orkestrasi kepemimpinan demi mewujudkan simfoni kebangsaan.

Kendati forum itu tak dilembagakan secara formal, sesungguhnya kekuasaannya mirip dengan konsep ahlul halli wal’aqdi dalam khazanah politik Islam pada pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Atau serupa dewan Walisongo dalam pembentukan Kerajaan Islam Demak Bintoro. Ataupun sejenis dengan konsep wilayatul faqih dalam Republik Islam Iran, dan seterusnya.

Mereka para tokoh setengah dewa yang punya otoritas moral politik untuk menentukan pemimpin. Mereka adalah para tokoh nasional yang sangat dihormati oleh sang khalifah atau sultan atau presiden yang berkuasa.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya