BANDA ACEH – Ada suasana yang berbeda di depan Istana Wakil Presiden RI sejak tiga hari lalu. Istana yang berlokasi di Jalan Kebon Sirih nomor 14, Jakarta Pusat itu tampak dikerumuni sejumlah warga. Dua pohon rimbun dan atap kanopi pintu gerbang Istana Wapres menjadi tempat berteduh warga yang sedang menunggu untuk bisa masuk. Beberapa di antaranya terlihat bertanya-tanya ke petugas keamanan Istana yang berjaga.Sejak Wapres Gibran Rakabuming Raka membuka pengaduan masyarakat ‘Lapor Mas Wapres’ secara terbuka untuk umum, warga mencoba memanfaatkan layanan tersebut. Dalam pengumuman yang disampaikan Gibran melalui akun media sosial resminya, @gibran_rakabuming, Minggu (10/11/2024), masyarakat bisa membuat pengaduan baik itu secara langsung ke Istana Wapres di Jakarta maupun melalui WhatsApp di nomor 08111- 704-2207. Untuk yang datang langsung ke Istana Wapres, jadwalnya hari Senin-Jumat pukul 08.00-14.00 WIB.
Namun dari penelusuran inilah.com di lokasi, Rabu (13/11/2024) pukul 09.17 WIB, banyak warga yang tak bisa masuk untuk mengadukan masalahnya. Alasannya, seperti yang tertulis di kertas yang ditempel di depan gerbang, kuota pengaduan telah penuh. “Mohon maaf kuota pengaduan untuk hari ini sudah penuh, silakan datang kembali besok,” demikian bunyi pesan pengumuman tersebut.
Ternyata, pendaftaran pengaduan ‘Lapor Mas Wapres’ dilakukan dari pukul 06.00 sampai 07.00 WIB. Masyarakat hanya tahu layanan pengaduan dimulai pukul 08.00-14.00 WIB, sesuai pengumuman yang sebelumnya disampaikan Gibran melalui Instagramnya. Kekecewaan pun tampak dari wajah-wajah warga.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petugas keamanan yang berjaga di depan Istana Wapres, per hari Rabu, sudah ada 75 warga yang mendaftar. Masyarakat yang tak kebagian kuota terpaksa harus datang kembali di hari berikutnya. Sebagian warga meminta ke petugas keamanan agar diperbolehkan masuk. Terlihat bermacam tentengan juga mereka bawa, mulai dari amplop hingga bekal makanan dan minuman.
Hingga pukul 10.09 WIB, beberapa warga masih berusaha merayu petugas yang berjaga agar bisa mendaftar. Alasannya, mereka sudah datang dari jauh. Eka (49) yang berasal dari Tangerang, Banten, mengaku berangkat dari rumah pukul 06.00 WIB menggunakan kereta dan turun di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, yang kemudian disambung dengan berjalan kaki menuju Istana Wapres. Perkiraannya, pukul 08.00 WIB sudah bisa tiba di lokasi sesuai dibukanya jam layanan pengaduan.
Ketika ditanya alasan mendatangi langsung layanan pengaduan, Eka mengaku karena terhimpit masalah ekonomi. Ia tak mampu membayar uang seragam sekolah anaknya. “Saya modal nekat aja mas, yang penting anak saya bisa sekolah,” ucap Eka yang mengaku tidak tahu soal harus mendaftar dahulu pada pukul 06.00-07.00 WIB, sebelum layanan pengaduan dibuka. “Saya nggak tahu (soal pendaftaran), tapi besok saya bakal ke sini lagi demi anak.”
Senasib dengan Eka, Yusuf (60) warga Depok, Jawa Barat, juga gagal masuk untuk menyampaikan pengaduan. “Hari Rabu kata petugas yang jaga kuotanya sudah penuh, padahal saya tahunya jam 8 (pagi) dibuka layanan pengaduannya,” tutur Yusuf yang menyebut ingin melaporkan dua kasus, yakni soal pembekuan status PNS-nya dan apartemennya yang dialihkan namanya ke orang lain.
Sementara itu selepas pukul 10.00 WIB, sejumlah warga tampak terus berdatangan. Serupa dengan Eka dan Yusuf, mereka tak bisa masuk karena belum mendaftar. Kekecewaan juga terpancar dari wajah mereka. Beberapa dari mereka terlihat langsung memilih pulang. Sementara sebagian lainnya yang terlihat berusia lanjut, memilih duduk sejenak di trotoar pinggir jalan untuk beristirahat sebelum pulang.
Posko Pengaduan di Dalam Istana Wapres tak Bisa Diliput
Selain warga yang tidak bisa masuk ke dalam area Istana Wapres lantaran alasan kouta untuk layanan pengaduan masyarakat sudah penuh, wartawan yang ingin meliput pun dilarang masuk ke dalam oleh petugas jaga.
Seorang petugas Humas Istana Wapres menyebut per hari Rabu (13/11/2024), aktivitas di posko pengaduan masyarakat ‘Lapor Mas Wapres’ sudah tak bisa diliput oleh awak media, dengan alasan ranah pribadi. Pelarangan peliputan oleh media itu, menurutnya, arahan langsung dari Gibran.